KABARPAPUA.CO, Kota Jayapura – Terkait maraknya protes dari masyarakat mengenai pemusnahan barang bukti berupa opset dan mahkota Cenderawasih dengan cara pembakaran oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua, Wakil Ketua (Waket) II Majelis Rakyat Papua (MRP) Max Abner Ohee mengimbau seluruh masyarakat Papua dan enam lembaga MRP di tanah Papua untuk tetap menjaga situasi kondusif di tanah Papua.
“Mari kita menyikapi ini dengan hati yang dingin dengan memfasilitasi pertemuan bersama untuk mendengarkan aspirasi mereka. Dan kepada pihak yang telah melakukan tindakan tersebut tetap harus bertanggungjawab,” kata Max yang juga Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Adat MRP, Rabu, 22 Oktober 2025.
Menurut Max, pihaknya telah menerima kunjungan utusan pada siang tadi dari masyarakat adat yang meminta MRP untuk segera memfasilitasi pertemuan guna menyikapi tindakan tersebut untuk meredam situasi yang ada.
“Karena kalau MRP tidak ambil sikap mereka akan melakukan tindakan sendiri. Untuk itu kami akan segera melakukan pertemuan bersama dewan adat, ondoafi, kepala suku serta seluruh masyarakat adat,” katanya.
Pertemuan bersama ini, kata Max, direncanakan pada Hari Kamis, 23 Oktober 2025, guna mendengar apa yang menjadi tanggapan mereka terkait tindakan ini. “Utusan masyarakat adat tadi telah menyampaikan harus ada sanksi hukum baik hukum positif dan hukum adat yanb diberlakukan,” katanya.
Max juga menyayangkan kurangnya koordinasi beberapa lembaga atau instansi yang berhubungan dengan lembaga kultur ini. “Ini kan kesalahan mereka, kenapa segala sesuatu tidak pernah dikoordinasikan dengan lembaga kultur,” terangnya
Menurut Max, tak hanya BBKSDA Papua, tapi juga yang lainnya seperti pertanian maupun pertambangan. “Dengan adanya koordinasi maka kita bisa tahu mana saja satwa yang dilindungi kalaupun diambil atau disita bisa disimpan bukannya dibakar,” ujarnya.
Max mengaku pihaknya menyesalkan tindakan pemusnahan mahkota Cenderawasih dengan cara dibakar. Sebab menurutnya, mahkota Cenderawasih merupakan kebanggan dan simbol kebesaran orang Papua.
“Terkait maraknya berita pembakaran atribut mahkota Cenderawasih yang dilakukan pihak BBKSDA Papua dan yang terlihat dalam video di media sosial, kami sangat menyesalkan hal tersebut,” katanya.
Max menyebut, sebagai lembaga kultur orang asli Papua yang menjaga hak orang asli Papua, manusia, tanah dan budayanya, pihaknya mengecam keras tindakan tersebut.
Klarifikasi dari BBKSDA Papua
Pada berita KabarPapua.co sebelumnya, BBKSDA Papua telah memberikan klarifikasi resmi terkait pemusnahan opset dan mahkota burung Cenderawasih yang memicu protes dari masyarakat.
Menurut Kepala BBKSDA Papua, Johny Santoso, pihaknya menyampaikan permintaan maaf sekaligus menegaskan tindakan tersebut dilakukan semata-mata untuk menegakkan hukum dan melindungi satwa liar yang dilindungi negara.
“Kami menyadari, tindakan ini menimbulkan luka dan kekecewaan. Namun, langkah ini bukan untuk melecehkan budaya Papua, melainkan untuk memutus rantai perdagangan ilegal satwa dilindungi,” ujar Johny dalam siaran pers di Jayapura, Rabu 22 Oktober 2025
Klarifikasi ini disampaikan usai pelaksanaan Patroli Terpadu selama tiga hari (15–17 Oktober), yang melibatkan 74 personel dari berbagai instansi: Polda Papua, TNI, Dinas Kehutanan, Balai Karantina, dan Kesyahbandaran Jayapura.
Dari hasil patroli, sebanyak 58 ekor satwa dilindungi hidup dan 54 opset satwa mati berhasil diamankan, termasuk tiga opset burung cenderawasih kecil, delapan mahkota Cenderawasih, serta aksesori berbahan bulu seperti sisir dan tusuk konde.
Barang-barang tersebut dimusnahkan sesuai dengan Peraturan Menteri LHK No. P.26/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2017, dengan pertimbangan hukum dan permintaan sebagian pemilik barang agar tidak disalahgunakan.
BBKSDA Papua menegaskan bahwa pelestarian burung Cenderawasih di habitat alaminya justru merupakan bentuk penghormatan terhadap nilai budaya dan identitas masyarakat adat Papua.
“Melindungi burung Cenderawasih bukan berarti meniadakan budaya, tapi menjaga kesakralannya sebagai simbol kehormatan,” tegas Johny.
Sebagai langkah lanjutan, BBKSDA Papua mengajak tokoh adat, tokoh masyarakat, dan pemerintah daerah untuk berdialog dan membangun sinergi antara pelestarian budaya dan konservasi alam.
“Mari kita jaga kesakralan cenderawasih bukan hanya sebagai simbol budaya, tapi juga sebagai roh kehidupan hutan Papua,” pungkas Johny. ***(Natalya Yoku)


















