KABARPAPUA.CO, Kota Jayapura– Asisten Pengelolaan Pemilu dan Politik Menkopolhukam, Brigjen TNI Hariyadi memberikan sejumlah strategi dalam dalam menghadapi Pilkada di Papua agar berjalan dengan aman dan lancar, dimulai dari diperlukannya langkah sinergi TNI Polri untuk mengamankan daerah rawan kekerasan, termasuk dalam mengantisipasi potensi serangan dari kelompok bersenjata.
Dia yakin, jika pengamanan kuat dan terkoordinasi akan membantu menciptakan situasi yang lebih kondusif selama pilkada.
Lalu, diperlukannya juga pemetaan wilayah dengan tingkat kerawanan yang tinggi serta pemantauan secara intensif, khususnya di daerah yang masih sering terjadi kekerasan bersenjata.
“Jika terjadi insiden, dapat direspons cepat, agar menjadi langkah pencegahan agar tidak ada kelompok yang mencoba mengacaukan proses pilkada,” kata Brigjen TNI Hariyadi dalam Diskusi Publik Tantangan dan Solusi untuk Mewujudkan Pilkada Damai dan Demokrasi di Tanah Papua di Kota Jayapura, Kamis 31 Oktober 2024.
Pihaknya juga mendeteksi sejumlah wilayah rawan konflik, khususnya daerah yang menggunakan sistem noken.“Sistem noken membawa tantangan tersendiri karena adanya perbedaan pemahaman tentang penggunaannya dan potensi konflik kepentingan antar kelompok atau pihak yang berkepentingan dalam pemilu, termasuk pihak yang memiliki pengaruh politik atau ekonomi di wilayah sehingga dapat memicu konflik internal,” jelasnya.

Diskusi Publik Tantangan dan Solusi untuk Mewujudkan Pilkada Damai dan Demokrasi di Tanah Papua di Kota Jayapura, Kamis 31 Oktober 2024. Foto: ist
Di lain pihak, Direktur Aliansi Demokrasi Untuk Papua, Latifah Anum Siregar menyebutkan tantangan yang dihadapi dalam pilkada di tanah Papua yakni tingkat partisipasi pemilu sering kali tidak stabil, banyak faktor yang mempengaruhi, termasuk kurangnya akses ke informasi pemilu, jarak yang jauh ke tempat pemungutan suara, kondisi geografis yang sulit, dan keraguan sebagian masyarakat terhadap proses pemilu.
Selama ini, catatan dari KPU RI, masalah utama dalam pemilu di Papua termasuk tantangan logistik, keterbatasan akses transportasi ke daerah terpencil, dan rendahnya literasi politik di kalangan masyarakat. Selain itu, faktor keamanan juga menjadi perhatian utama, khususnya di wilayah dengan tingkat kerawanan konflik yang tinggi.
Kemudian, masalah yang sering terjadi saat pemungutan suara di TPS meliputi kurangnya petugas yang siap, keterlambatan distribusi logistik, dan tantangan keamanan di wilayah tertentu dan adanya pemilih yang tidak terdaftar atau identitas yang tidak jelas juga dapat menghambat proses pemungutan suara.
Sedangkan pada penghitungan suara di TPS kadang mengalami kendala seperti kurangnya transparansi, kecurigaan terhadap manipulasi suara, dan tantangan teknis dalam mencatat hasil secara akurat dan di beberapa daerah, isu keamanan dan tekanan politik juga dapat mengganggu proses tersebut.
Tantangan utama meliputi ketidaksetaraan akses ke informasi, polarisasi sosial-politik, potensi konflik, dan tantangan logistik di daerah terpencil faktor budaya, seperti praktik politik berbasis komunitas atau adat, juga menambah kompleksitas proses pilkada.
“Untuk mengurangi risiko konflik dan memastikan proses pemilu berjalan baik, diperlukan upaya mitigasi seperti peningkatan sosialisasi pemilu di daerah terpencil, peningkatan keamanan, pelatihan bagi petugas TPS, penggunaan teknologi untuk mempercepat proses pelaporan hasil, serta komunikasi terbuka antara penyelenggara pemilu dan masyarakat,” katanya. *** (Rilis)