KABARPAPUA.CO, Kota Jayapura – Gubernur Papua Matius Fakhiri, menerima kunjungan resmi pimpinan dan anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) di Kantor Gubernur Papua, Jumat, 24 Oktober 2025.
Rombongan MRP dipimpin Wakil Ketua I, Max Ohee, dalam pertemuan yang membahas terkait pemusnahan barang bukti berupa opset dan mahkota Cenderawasih dengan cara pembakaran oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua yang viral di media sosial dan memicu respons luas dari masyarakat adat.
Dalam pertemuan itu, Gubernur Papua Matius Fakhiri menegaskan pentingnya menjaga keharmonisan antara adat, agama, dan pemerintahan sebagai pilar utama kehidupan masyarakat Papua.
Matius menerima langsung aspirasi dari para kepala suku, Ondofolo, dan Ondoafi yang turut hadir bersama MRP. “Ini bagian terpenting melihat Papua secara utuh. Kita di Papua ini punya adat, agama, dan pemerintah. Ketiganya harus berjalan beriringan,” ujarnya.
Terkait insiden mahkota Cenderawasih, yang merupakan simbol adat dan budaya Papua, Matius menyayangkan cara pemusnahan yang dinilai tidak pantas dan menimbulkan kemarahan publik.
“Saya berharap kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang. Kalau MRP sudah buat aturan, maka tidak boleh diganggu gugat. Kita harus hormati apa yang menjadi adat dan budaya di Papua ini,” terangnya.
Matius juga mengimbau masyarakat agar tidak terprovokasi oleh isu-isu yang berpotensi mengganggu stabilitas keamanan, seperti yang sempat terjadi di Boven Digoel, Papua Selatan.
Matius menekankan pentingnya dialog dan koordinasi lintas wilayah untuk menjaga ketertiban dan kedamaian.
“Besok Gubernur Papua Selatan akan berkunjung ke Jayapura. Kita akan duduk bersama, berdiskusi, dan mengatur ini secara baik agar hal-hal seperti ini tidak terulang kembali,” jelas Matius.
Klarifikasi BBKSDA Papua
Pada berita KabarPapua.co sebelumnya, BBKSDA Papua telah memberikan klarifikasi resmi terkait pemusnahan opset dan mahkota burung Cenderawasih yang memicu protes dari masyarakat.
Kepala BBKSDA Papua, Johny Santoso, menyampaikan permintaan maaf, sekaligus menegaskan tindakan itu dilakukan semata-mata untuk menegakkan hukum dan melindungi satwa liar yang dilindungi negara.
“Kami menyadari, tindakan ini menimbulkan luka dan kekecewaan. Namun, langkah ini bukan untuk melecehkan budaya Papua, melainkan untuk memutus rantai perdagangan ilegal satwa dilindungi,” ujar Johny dalam siaran pers di Jayapura, Rabu 22 Oktober 2025.
Klarifikasi ini, disampaikan usai pelaksanaan Patroli Terpadu selama tiga hari (15–17 Oktober), yang melibatkan 74 personel dari berbagai instansi: Polda Papua, TNI, Dinas Kehutanan, Balai Karantina, dan Kesyahbandaran Jayapura.
Dari hasil patroli, sebanyak 58 ekor satwa dilindungi hidup dan 54 opset satwa mati berhasil diamankan, termasuk tiga opset burung cenderawasih kecil, delapan mahkota Cenderawasih, serta aksesori berbahan bulu seperti sisir dan tusuk konde.
Barang-barang tersebut dimusnahkan sesuai dengan Peraturan Menteri LHK No.P.26/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2017, dengan pertimbangan hukum dan permintaan sebagian pemilik barang agar tidak disalahgunakan.
BBKSDA Papua menegaskan bahwa pelestarian Burung Cenderawasih di habitat alaminya justru merupakan bentuk penghormatan terhadap nilai budaya dan identitas masyarakat adat Papua.
“Melindungi burung Cenderawasih bukan berarti meniadakan budaya, tapi menjaga kesakralannya sebagai simbol kehormatan,” tegas Johny.
Sebagai langkah lanjutan, kata Johny, BBKSDA Papua mengajak tokoh adat, tokoh masyarakat, dan pemerintah daerah untuk berdialog dan membangun sinergi antara pelestarian budaya dan konservasi alam.
“Mari kita jaga kesakralan cenderawasih bukan hanya sebagai simbol budaya, tapi juga sebagai roh kehidupan hutan Papua,” pungkas Johny. ***(Imelda)




















