KABARPAPUA.CO, Kota Jayapura– Di Lembah Baliem, Papua Pegunungan, kita bisa banyak belajar tentang toleransi beragama.
Dalam sejarahnya, sebelum Islam masuk di Lembah Baliem sudah ada penganut Kristen Protestan dan Katolik.
Agama Islam mulai berkembang di Lembah Baliem berawal dari program Presiden Soekarno yang mengirimkan para relawan Pelopor Pembangunan Irian Barat (PPIB) ke seluruh pelosok Papua untuk mempersiapkan pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera).
![](https://kabarpapua.co/wp-content/uploads/2024/03/Walesi_muslim-papua_katharina-kabarpapuaco.jpg)
Muslim Papua di Kampung Walesi Jayawijaya. (Kabarpapua.co/Katharina)
Para relawan ini, keseluruhannya beragama Islam. Melalui interaksi yang intensif serta dakwah dari para relawan, sejumlah warga Suku Dani di Lembah Baliem kemudian memeluk agama Islam. Pada mulanya Islam berkembang di Kampung Megapura, kemudian berkembang di Kampung Hitigima, Welesi, Okilikik, Araboda, Air Garam, Kurima, Tulima, Apenas dan Jagara dan saat ini terus berkembang jumlahnya.
Pertahankan Budaya
Yang unik lagi, Suku Dani yang beragama Islam masih mempertahankan tradisi khas Lembah Baliem yaitu bakar batu. Tradisi bakar batu ini dilakukan dalam menyambut ramadan dan hari besar Islam lainnya.
Selama ini dalam tradisi bakar batu di Lembah Baliem, bahan makanan yang dimasak adalah daging babi. Komunitas muslim Dani menggantinya dengan ayam kampung atau ayam broiler yang di Papua disebut dengan ayam es.
![](https://kabarpapua.co/wp-content/uploads/2024/03/muslim-Papua-Walesi-kabarpapuaco_katharina.jpg)
Muslim Papua di Kampung Walesi Jayawijaya. (Kabarpapua.co/Katharina)
Saat melakukan bakar batu, laki-laki menyusun batu di atas susunan kayu kering kemudian ditutupi dengan daun-daun serta rumput kering untuk selanjutnya dibakar. Tidak jauh dari lokasi batu dibakar, sebelumnya sudah dibuat sebuah kubangan dalam tanah.
Batu panas hasil pembakaran kemudian ditata merata di dalam lubang, selanjutnya di atas permukaan batu panas disusun berbagai jenis bahan pangan seperti sayuran, keladi, ubi jalar, singkong, pisang dan ayam. Bahan pangan ini kemudian ditutup dengan daun ubi jalar atau sayur-sayuran lainnya.
Bahan pangan ini akan matang dari panas panas yang bersumber dari batu. Setelah semua bahan pangan disusun, tumpukan makanan itu kemudian ditutup rapat dan kemudian meletakkan lagi batu panas. Setelah tiga jam, kemudian dibuka dan semua bahan makanan pun sudah matang dan siap disantap.
Dalam tradisi bakar batu menyambut ramadan, biasanya dilakukan di halaman masjid atau mushola. Dalam pelaksanaanya dilakukan secara bergotong royong, melibatkan Suku Dani yang beragama Nasrani.
Pelajaran berharga yang dapat diambil dari kehidupan beragama di Lembah Baliem adalah rasa toleransi beragama yang tinggi. Selain itu tradisi warisan leluhur masih dipertahankan. *** (Hari Suroto-Peneliti Arkeologi BRIN)