KABARPAPUA.CO, Kaimana– Kabupaten Kaimana di Provinsi Papua Barat menjadi salah satu daerah yang mayoritas penduduknya beragama Islam.
Menurut salah satu kisah lisan, tokoh pembawa Islam pertama kali ke Kaimana adalah Imam Dzikir, dia tinggal dan berdakwah di Borombouw pada 1405. Kemudian Imam Dzikir menetap di Pulau Adi di Kaimana dan mengajarkan Islam yang kemudian diterima oleh keluarga kerajaan.
Penyebaran Islam di Kaimana juga melalui interaksi perdagangan dengan pedagang muslim dari Aceh, Arab, Ternate dan Tidore.
Kaimana menjadi wilayah dua pertuanan yang masing-masing dipimpin oleh seorang raja. Dua pertuanan ini yaitu Namatota dan Kumisi atau disebut juga Sran.
Wilayah Pertuanan Namatota meliputi Teluk Umar hingga Teluk Arguni. Pusat Pertuanan Namatota di Pulau Namatota. Pertuanan Kumisi berpusat di Pulau Adi, Distrik Buruway.
Kisah lisan menyebutkan dahulu pemukiman pertama berada di Pulau Adi. Namun karena diganggu oleh makhluk pemakan manusia yang meresahkan penduduk.
Raja Kumisi kemudian memindahkan pemukiman ke Pulau Kilimala di timur Pulau Adi. Pada 1976, pemukiman kembali berpindah ke Pulau Adi hingga saat ini.
Meski hidup dalam kondisi modern, masyarakat Kaimana masih menghormati raja dan teguh memegang adat.
Raja sebagai pemangku hak ulayat dan hukum adat menjadi panutan. Titahnya menjadi hukum yang masih dipatuhi.
Pada 1898, agama Islam semakin banyak penganutnya di Kaimana setelah Naro’E menggantikan Nduvin menjadi Raja Kumisi dengan gelar Raja Sran Kaimana V.
Pada saat itu, Naro’E menikah dengan anak kepala suku di Kaimana. Akhirnya pengaruh Islam di Kaimana semakin luas.
Pengaruh budaya Islam terlihat dari pemakaian alat musik rebana, penggunaan sorban serta tradisi Islam lainnya. *** (Hari Suroto-Peneliti Arkeologi BRIN)