Menu

Mode Gelap
Antisipasi 1 Desember, TNI Polri Patroli 2×24 jam di Kota Jayapura Pesan Sejuk Polri di Deklarasi Pemilu Ceria Tanah Papua Gedung Perpustakaan SMPN 5 Sentani Terbakar Hibah Pilkada Jayapura Cair 10 Persen, Deposit Kas Daerah Rp23 Miliar Disorot 1 Desember di Jayapura: Polisi Amankan Ratusan Botol Miras Ilegal, Penjual Ngacir

POLITIK · 21 Aug 2025 22:27 WIT

PSU Pilgub Papua: Pelanggaran jadi Bagian Tak Terpisahkan dari Proses Pemilihan


					Ilustrasi Pemilu 2024/Net Perbesar

Ilustrasi Pemilu 2024/Net

KABARPAPUA.CO. Kota Jayapura– Walaupun banyak massa yang melakukan aksi protes  dari kedua pasangan calon, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Papua akhirnya  menetapkan pasangan Matius Fakhiri – Aryoko Rumaropen (MARI-YO) sebagai pemenang Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur (Pilgub) Papua 2024.

Hal ini terungkap dalam rapat pleno penetapan hasil penghitungan perolehan suara pada Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilgub Papua di Kantor KPU Papua, Rabu 20 Agustus 2025 malam.

Direktur Eksekutif NSL Political Strategic and Campaign, Nasarudin Sili Luli menjelaskan seharusnya, PSU Pilgub Papua menjadi jalan yang sah bagi rakyat Papua untuk menentukan pemimpinnya tanpa ada tekanan dan intervensi dari pihak manapun. 

Tetapi apa artinya PSU jika hasilnya penuh dengan manipulasi yang berulang? Dari politik uang, penyalahgunaan wewenang, penyelenggara pemilu yang tidak netral, hingga keterlibatan aparat.

“PSU Pilgub Papua memperlihatkan bahwa pelanggaran masih menjadi bagian tak terpisahkan dari proses pemilihan di Papua,” jelasnya, Kamis 21 Agustus 2025. 

Dia menegaskan  pemilu yang sehat harus memastikan kesetaraan peluang bagi semua kandidat. Tetapi bagaimana mungkin ada kesetaraan jika negara dan aparat pemerintah justru menjadi alat bagi mereka yang sudah terafiliasi dengan calon ?

“Putusan PHPKada PSU Papua seharusnya menjadi refleksi besar bahwa proses pemilihan kita masih pincang. Jika PSU dianggap sebagai solusi, maka pertanyaannya mengapa penyelenggara membiarkan begitu banyak pelanggaran sejak awal? Mengapa mereka tidak bertindak sebelum pemilu berantakan?” 

Setiap PSU yang diperintahkan MK adalah bukti kegagalan penyelenggara pemilu. Bagaimana mungkin begitu banyak daerah gagal menjalankan Pilkada dengan jujur dan adil, tetapi tidak ada satupun pejabat KPU atau Bawaslu yang benar-benar dimintai pertanggungjawaban termasuk Papua ?

Kata dia, masalah utama dalam Pilkada PSU Papua adalah lemahnya proses seleksi calon. Banyak kandidat yang seharusnya tidak lolos seleksi tetap diizinkan maju, hanya untuk kemudian didiskualifikasi setelah pemungutan suara selesai. “Jika seorang calon memang tidak memenuhi syarat sejak awal, mengapa pencalonannya tidak dibatalkan sebelum pemungutan suara berlangsung?” jelasnya.

Penyelenggara PSU Papua bukan hanya bertugas menjalankan prosedur teknis, tetapi juga harus menjadi benteng utama demokrasi. Jika mereka tidak bisa menjaga integritasnya, maka seluruh sistem pemilu akan kehilangan maknanya.

Sementara itu, pengawasan dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Papua juga patut dipertanyakan. Seharusnya, Bawaslu Papua menjadi lembaga yang aktif dalam mencegah kecurangan sejak dini, bukan hanya sekadar mencatat pelanggaran setelah semuanya terjadi. Tetapi yang kita lihat adalah pengawasan yang reaktif, bukan preventif.

Jika penyelenggara pemilu hanya bekerja setelah kecurangan menjadi kasat mata, maka untuk apa ada lembaga untuk pengawasan sejak awal.? 

Apapun itu kita mesti lebih dewasa menyikapi kompetisi politik elektoral PSU Pilkada Papua .Perbedaan pilihan politik adalah kelaziman demokratis yang tidak perlu berlarut. Setelah pilkada semua warga dan publik Papua adalah saudara.”Jika BTM -CK memberikan selamat kepada MDF -AR itu adalah sikap negarawan yang patut di hargai. 

Jika BTM -CK memilih untuk menempuh jalur hukum dengan menggugat SK penetapan KPU provinsi Papua ke Mahkamah Konstitusi adalah bagian dari hak konstitusional sebagai peserta dalam pilkada PSU Papua. 

Prinsipnya, semua harus berjalan dalam koridor hukum, dari protes dan aksi jalanan harus memasuki ruang yang lebih elegan dan berwibawa yaitu di ruangan Mahkamah Konstitusi.

BTM -CK harus mendalilkan semua kecurangan selama dalam proses tahapan berlangsung, akan tetapi  tidak kalah penting adalah kemampuan BTM -CK untuk melakukan Pembuktian. Frasa “Actori incumbit probatio” yang berarti “siapa yang menggugat, dia yang membuktikan” 

Begitulah kita bernegara..!

(Rilis)

Artikel ini telah dibaca 28 kali

badge-check

Penulis Berita

Baca Lainnya

Siap Maju Pilgub Papua Barat, Markus Waran akan Gandeng Wakil dari Fakfak atau Kaimana

14 November 2025 - 18:02 WIT

Markus Waran: Terimakasih Mama Ketua Umum, Telah Percayakan OAP Pimpin PDIP

14 November 2025 - 11:49 WIT

Bupati Hasan Achmad Buka Konfercab PDIP Kabupaten Kaimana

13 November 2025 - 21:43 WIT

Tarian Adat dan Pawai Maritim Sambut Peserta Konferda PDIP di Papua Tengah

5 November 2025 - 11:15 WIT

Reses di Kaimana, Anggota DPRPB Jamiah Qomariah Fasilitasi Pertemuan SPP

3 November 2025 - 17:20 WIT

HUT ke-61, Sekda Kaimana: Partai Golkar Berkontribusi dalam Pembangunan

21 October 2025 - 19:20 WIT

Trending di POLITIK