KABARPAPUA.CO, Wamena– Sungai Baliem merupakan sungai besar yang terletak di dataran tinggi Papua, berada pada ketinggian 1650 meter di atas permukaan laut. Sungai ini mengalir sejauh 80 km melalui Lembah Baliem ke arah selatan, bermuara di Pantai Asmat. Air Sungai Baliem terkenal sangat dingin, bersuhu 14 hingga 18°C.
Sungai ini merupakan habitat alami udang selingkuh, udang endemik Sungai Baliem. Pada daerah sekitar tepian sungai dijadikan lahan kebun oleh Suku Dani. Alirannya berliku-liku seolah-olah tampak seperti ular besar.
Suku Dani memiliki mitos terjadinya sungai ini, pada zaman dulu ada seekor ular besar, yang suka memangsa anak laki-laki. Pada suatu hari dalam satu keluarga, lahirlah seorang anak laki-laki yang sangat dicintai oleh orang tua dan kakak perempuannya. Apabila orang tua pergi berkebun, anak perempuan mereka ditugaskan untuk menjaga adik laki-lakinya, dengan pesan agar segera memanggil bapaknya kalau ular, si pemakan anak-anak itu tiba-tiba muncul.
Pada suatu hari ular itu tiba-tiba datang. Anak perempuan segera berteriak memanggil bapaknya. Bapak itu datang dengan membawa kapak batu dan menyerang ular, maka terjadi perkelahian sampai akhirnya ular itu mati dipotong menjadi dua.
Sejak saat itu ular berubah menjadi Sungai Baliem dan kepalanya mengalir ke utara sedangkan ekornya mengalir ke selatan.
Namun saat ini Sungai Baliem tidak mengalir ke utara. Mungkin saja pada masa lalu terjadi gempa bumi atau tanah longsor, sehingga menutup aliran Sungai Baliem yang mengarah ke utara.
Hewan Endemik
Sungai-sungai di pegunungan Papua terletak di ketinggian 1.650 – 1.750 meter di atas permukaan laut. Di sungai-sungai ini banyak dijumpai lobster air tawar endemik yang khas, bahkan sangat populer dan banyak dicari wisatawan yang berkunjung ke Lembah Baliem.
Para wisatawan lebih suka memberi nama lobster ini udang selingkuh. Bentuk lobster ini sangat unik, terlihat sepintas badannya seperti udang bercapit besar seukuran capit kepiting. Secara ilmiah, lobster ini termasuk dalam genus Cherax. Terdapat 13 spesies Cherax di pegunungan Papua.
Spesies Cherax monticola hidup di Sungai Baliem. Spesies Cheraxlorenzi juga bisa dijumpai di bagian barat pegunungan Papua hingga Sungai Lorentz. Lobster air tawar endemik pegunungan Papua ini tergolong mahal. Lobster dihargai Rp 200 ribu sampai Rp 300 ribu per porsi di rumah makan seputaran Wamena.
Mahalnya harga udang ini disebabkan susahnya mendapatkan udang karena belum ada masyarakat Wamena yang berhasil membudidayakan udang selingkuh. Udang ini hanya ditemui di sungai sepanjang Lembah Baliem.
Harga satu plastik udang selingkuh mentah segar di Pasar Nayak, Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan lebih mahal lagi, tentu saja dalam satu plastik beratnya kurang dari satu kilogram, harganya mencapai Rp500 ribu lebih. Ini pun jika sedang datang musimnya. Jika tidak, maka harga udang selingkuh akan lebih tinggi lagi.
Udang selingkuh berhabitat di Sungai Baliem dan juga bisa ditemukan di Danau Habema, Danau Paniai, Danau Tage, dan Danau Tigi.
Menikmati Kuliner Udang Selingkuh
Udang selingkuh memiliki kulit cangkang yang agak keras dibandingkan dengan kulit cangkang udang biasa. Kulitnya sekilas mirip kulit lobster namun dilengkapi dengan sepasang capit kepiting. Udang selingkuh memiliki ukuran yang cukup besar tapi masih dibawah ukuran lobster. Rasa dagingnya manis, gurih dan kenyal.
Warna aslinya biru, hewan air tawar ini bakal berubah warna jadi jingga usai dicuci dan direbus. Tampilannya akan sangat mirip dengan kepiting atau lobster yang hidup di laut lepas.
Kenikmatan udang selingkuh ini memang sudah tidak lagi diragukan ditambah tekstur dari udang ini mirip dengan lobster yang padat berserat. Namun, tetap lembut dan manis. Seperti udang pada umumnya seluruh bagian tubuh udang selingkuh juga dapat dimakan kecuali bagian kepala.
Udang selingkuh biasanya disajikan dengan cara dibakar ditambah bumbu minim, yakni hanya garam. Itu pun kalau benar-benar dibutuhkan. Pasalnya, rasa alami sedikit manis dari hewan ini membuatnya sudah lezat disantap.
Tidak perlu khawatir apabila memakan udang ini terlalu banyak, karena memiliki udang selingkuh kandungan yang baik untuk tubuh dan juga rendah kalori yaitu sekitar 106 kalori dalam 1 gram. Udang Selingkuh juga memiliki kandungan kalsium dan protein yang tinggi, dan juga mineral. Sehingga cukup menyehatkan.
Tangkapan Tradisional
Suku Dani dalam menangkap udang selingkuh di Sungai Baliem, biasanya dilakukan oleh perorangan atau kelompok.
Secara tradisional alat yang digunakan untuk menangkap udang yaitu sejenis serok terbuat dari rajutan kulit kayu melinjo.
Pencarian udang selingkuh dilakukan pada siang hari atau ketika matahari sudah muncul. Bukan apa-apa, soalnya cuaca Lembah Baliem itu sangat dingin menusuk tulang.
Saat ini Suku Dani sudah mengenal peralatan modern untuk menangkap udang selingkuh, yaitu dengan menggunakan jaring atau jala yang dibeli di toko.
Dampak, dengan peralatan modern itu tangkapan bisa lebih banyak. Namun jumlah udang di Sungai Baliem semakin lama semakin berkurang, untuk itu perlu dijaga kelestarian udang ini dengan penangkapan selektif.
Udang selingkuh merupakan potensi tersembunyi Lembah Baliem, yang belum dikembangkan. Jika hanya mengandalkan hasil tangkapan dari Sungai Baliem, dikhawatirkan udang ini lama kelamaan akan habis. Untuk itu perlu penelitian agar udang ini dapat dikembangkan dan dibudidayakan di kolam.
Kolam-kolam alami dengan sumber air tidak pernah kering banyak terdapat di Distrik Wesaput, namun belum banyak dimanfaatkan untuk budidaya perikanan.
Walaupun mahal, udang selingkuh sangat unik, enak, dan tetap akan dicari oleh turis. Dengan membudidayakan di kolam, diharapkan kesejahteraan masyarakat Baliem akan meningkat, serta populasi udang selingkuh akan terjaga. *** (Hari Suroto-Peneliti Arkeologi BRIN)