KABARPAPUA.CO, Jakarta – Dalam pidato pengantar Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025, Jumat (16/8), Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekankan pentingnya belanja negara sebagai instrumen strategis untuk mengurangi kemiskinan dan memperkuat perlindungan sosial.
Pada kesempatan tersebut, ia menyampaikan capaian pembangunan manusia RI yang tercermin pada Indikator Kesejahteraan Masyarakat meningkat signifikan dalam 10 tahun terakhir berkat APBN yang tepat sasaran.
Jokowi menyebut tingkat pengangguran turun menjadi 4,8% pada 2024. Tingkat kemiskinan juga turun tajam menjadi 9,03% di 2024, begitu juga dengan angka kemiskinan ekstrem turun signifikan menjadi 0,83% pada 2024.
Menurutnya, upaya perlindungan bagi masyarakat ekonomi bawah juga telah memberi manfaat luas bagi masyarakat.
“Rp361 triliun anggaran Kartu Indonesia Sehat selama 10 tahun ini telah digunakan untuk membiayai layanan kesehatan lebih dari 92 juta peserta JKN per tahunnya, mulai dari usia dini sampai lansia yang tersebar di seluruh Indonesia,” papar dia.
Pada kesempatan berbeda, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyebut APBN 2024, sesuai arahan Presiden akan difokuskan pada program-program prioritas seperti penurunan kemiskinan dan stunting.
“Penurunan kemiskinan ekstrem mencapai 0% akan diupayakan pada tahun 2024 dan ini berarti keseluruhan total kemiskinan akan menurun,” ujarnya dalam keterangan tertulis seusai Rapat Terbatas mengenai Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) untuk RAPBN tahun 2024 di Kantor Presiden, Senin (20/2).
Selain itu, pemerintah juga meningkatkan alokasi anggaran dalam rangka penurunan stunting menuju 3%.
Lebih jauh ia memaparkan, anggaran perlindungan sosial yang digelontorkan pemerintah dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2024 bukan hanya dalam bentuk pemberian sembako dan bantuan langsung tunai.
Total anggaran pada 2024 senilai Rp496,8 triliun itu mayoritas untuk pemberian subsidi, seperti subsidi energi untuk bahan bakar minyak (BBM), LPG, dan listrik.
Sementara untuk subsidi non energi seperti untuk subsidi pupuk, kewajiban pelayanan publik atau PSO, bunga KUR, bunga kredit perumahan, serta antisipasi penanggulangan bencana dengan total Rp330 triliun.
Ia menambahkan, dana yang digelontorkan APBN untuk perlindungan sosial selama 2015 hingga 2020 telah mencapai Rp2.736 triliun melalui instrumen PKH kartu sembako dan juga dana transfer desa.
“Ini untuk tadi mengurangi kesenjangan dan untuk mengurangi kemiskinan ekstrem sehingga setiap growth kita memastikan agar masyarakat terutama yang paling bawah juga ikut menikmati,” imbuh dia.
Menurut data Kementerian Keuangan, belanja bansos dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terus meningkat dalam lima tahun terakhir. Pada 2019, anggaran bansos masih sebesar Rp97,06 triliun. Angka itu kemudian meningkat pada puncak pandemi menjadi Rp125,06 triliun (2020) dan Rp156,44 triliun (2021).
Pada 2022, seiring dengan meredanya pandemi, anggaran bansos sempat turun ke Rp 142,43 triliun. Namun, pada 2023, alokasinya meningkat lagi menjadi Rp 143,57 triliun dan pada 2024 naik menjadi Rp 152,3 triliun.
Perlindungan Terintegrasi
Fokus utama pemerintah dalam mengatasi kemiskinan diarahkan pada pengurangan kemiskinan ekstrem dan penguatan perlindungan sosial yang lebih inklusif. Program-program ini diperkirakan mampu menjangkau jutaan masyarakat miskin dan rentan, sehingga memberikan dampak signifikan pada kesejahteraan nasional.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial Kemenko PMK, Nunung Nuryartono, menjelaskan bahwa pemerintah telah membangun desain pembangunan manusia yang menyeluruh melalui kebijakan perlindungan sosial yang terintegrasi.
“Program perlindungan sosial kami dirancang untuk melingkupi setiap fase kehidupan, dari prenatal, anak-anak usia sekolah, hingga usia lanjut. Dengan pendekatan yang terintegrasi ini, kami berharap dapat mengatasi kemiskinan secara sistematis,” paparnya dalam Dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9), Selasa (17/9).
Strategi ini mencakup upaya penguatan jaminan kesehatan nasional, perluasan akses pendidikan, serta pemberian bansos yang lebih efektif dan tepat sasaran. Salah satu fokus utama dari perlindungan sosial adalah mengatasi kemiskinan ekstrem, dengan target menurunkan angka kemiskinan hingga di bawah 0,3% pada akhir 2024.
Nunung menjelaskan bahwa pemerintah telah meningkatkan efektivitas distribusi bansos agar tepat sasaran. Dengan menggunakan data yang lebih akurat, pemerintah dapat memastikan bahwa bansos benar-benar menjangkau mereka yang paling membutuhkan.
“Bansos menjadi instrumen penting untuk memberikan dukungan ekonomi bagi masyarakat miskin dan rentan. Namun, tujuan jangka panjangnya adalah menciptakan kesejahteraan yang berkelanjutan, bukan sekadar bantuan sementara,” tegasnya.
Kesehatan Universal
Selain bantuan sosial, sektor kesehatan juga menjadi salah satu prioritas dalam APBN 2025. Pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp197,8 triliun untuk sektor kesehatan, yang difokuskan pada peningkatan kualitas layanan kesehatan dan penanggulangan stunting.
Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, menyampaikan sejak Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diluncurkan pada 2014, lebih dari 98% populasi Indonesia telah tercakup dalam skema jaminan kesehatan ini.
“Cakupan universal ini memainkan peran krusial dalam memastikan bahwa masyarakat miskin dan rentan mendapatkan akses kesehatan yang merata, termasuk di wilayah terluar dan tertinggal.
Selain cakupan kesehatan universal, pemerintah juga berupaya keras menurunkan angka stunting, yang masih menjadi tantangan besar bagi kesejahteraan masyarakat. Sejak 2013, angka stunting di Indonesia berhasil turun dari 37% menjadi 21,5% pada 2023.
Dante menegaskan bahwa meskipun capaian ini signifikan, pemerintah tetap fokus untuk mencapai target WHO, yakni di bawah 20% pada tahun mendatang.
Hal ini dilakukan melalui pendekatan spesifik dan sensitif, termasuk optimalisasi pemberian gizi dan peningkatan layanan kesehatan bagi ibu dan anak.
Ia juga menggarisbawahi pentingnya memperluas akses kesehatan di daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal). Pemerintah telah menyalurkan lebih dari 10.000 tenaga kesehatan ke daerah-daerah tersebut.
“Program ini bertujuan untuk mengatasi ketimpangan distribusi layanan kesehatan di wilayah-wilayah terpencil, yang selama ini menjadi salah satu penyebab rendahnya tingkat kesejahteraan di daerah tersebut,” imbuh dia.
Selain itu, Kementerian Kesehatan terus memperluas akses layanan kesehatan melalui program telemedis dan penyediaan peralatan kesehatan modern di Puskesmas, seperti USG untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi.
APBN 2025 menjadi instrumen penting dalam menggerakkan roda pengentasan kemiskinan dan memperkuat perlindungan sosial di Indonesia.
Dengan sinergi antara program bansos, jaminan kesehatan, dan upaya pemberdayaan ekonomi, pemerintah optimis dapat menciptakan masyarakat yang lebih sejahtera dan berdaya saing.
Pendekatan komprehensif yang melibatkan seluruh fase kehidupan masyarakat diharapkan mampu menciptakan kesejahteraan yang berkelanjutan dan mengatasi kemiskinan secara efektif.*** (Rilis)