KABARPAPUA.CO, Kota Jayapura – Inspektur Jenderal Polisi Mathius D Fakhiri telah memimpin Kapolda Papua 3 tahun lamanya. Rintangan mengemban amanah mulus dilewati jenderal bintang dua asli Papua ini.
Selama memegang tongkat pimpinan Kepolisian Daerah (Polda) Polda Papua, Fakhiri sapaan akrabnya mengedepankan penanganan restoratif sebagai upaya penindakan hukum serta pencegahan terhadap situasi keamanan di Papua.
Sejak 4 Maret 2021, Fakhiri resmi mengemban amanah sebagai Kapolda Papua. Beragam dinamika permasalahan yang terjadi di tanah Papua dapat teratasi dengan bijak.
Hebatnya, penanganan restoratif ternyata sudah Fakhiri terapkan semenjak menjabat Kapolres Jayapura pada tahun 2009. Menurutnya, cara ini lebih tepat karena mengedepankan unsur-unsur budaya di masyarakat Papua.
“Sejak Kapolres saya memilih pendekatan itu. Di Papua lebih tepat untuk dilakukan karena lebih mengedepankan pendekatan budaya,” kata Fakhiri kepada wartawan di Jayapura, Jumat 8 Maret 2024.
Selain itu, kata Fakhiri, dirinya terus berusaha meminimalisir pola penanganan yang represif. Dia beralasan, cara represif tidak cocok dan sangat sensitif bagi masyarakat di Tanah Papua.
Belajar dari Pengalaman Kasus Lama
Alumni SMAN 2 Kota Jayapura ini mencontohkan penanganan kasus penembakan aktivis Papua Mako Tabuni yang juga Wakil Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB) pada 2015 silam. Kemudian, kerusuhan isu rasisme pada tahun 2019.
“Sudah ada beberapa contoh yang membuat situasi keamanan di Papua mencekam. Seperti 2015 saat kasus penembakan Mako Tabuni, lalu puncaknya kerusuhan 2019,” bebernya.
Dua contoh kasus tersebut menjadi pelajaran bagi Fakhiri saat dirinya dipercaya memegang tongkat komando Polda Papua. Pasalnya, dia tak ingin dua insiden tersebut kembali terulang saat dirinya menjadi Kapolda Papua.
Buktinya, Fakhiri berhasil meredam situasi saat prosesi pengantaran jenazah mantan Gubernur Papua Lukas Enembe pada Kamis 26 Desember 2023. Padahal kala itu muncul juga isu yang bisa menyebabkan polemik di tengah masyarakat, khususnya orang asli Papua (OAP).
“Meninggalnya pak Lukas itu disertai isu sensitif bagi OAP, tetapi itu akhirnya bisa dilalui dengan komunikasi kebudayaan yang sudah cukup lama kami bangun,” katanya.
Selain penanganan kasus, Fakhiri rupanya juga telah menyiapkan sejumlah rencana dan langkah-langkah dalam menghadapi agenda nasional seperti Pemilu 2024. Langkah itu untuk meminimalisir adanya konflik dari dampak pemilu.
“Saya menginisiasi dengan seluruh pihak untuk mengamankan agenda nasional. Sudah saya persiapkan langkah antisipasi bila proses pemilu akhirnya memanas,” sambungnya.
Jadi Jembatan dalam Menjalin Komunikasi
Jenderal bintang dua kelahiran 6 Januari 1968 mengakui telah membangun komunikasi dengan semua pihak guna antisipasi konflik pada pemilu. Dia juga selalu berusaha menjadi jembatan dalam menjalin komunikasi agar bisa menemukan jalan atau solusi yang terbaik dari permasalahan tersebut.
“Yang paling penting itu komunikasi. Saya selalu berusaha menjadi jembatan komunikasi ke semua pihak, untuk mencari jalan untuk mencapai hasil terbaik,” kata Fakhiri.
Fakhiri memandang perlu adanya perbaikan untuk menuju tahun 2029 mendatang. Dia ingin masyarakat Papua dapat introspeksi dan mulai memperbaiki diri supaya aksi-aksi yang bersifat anarkis tidak akan kembali terjadi.
“Kita orang Papua harus memperbaiki diri agar protes-protes itu bisa mendapat tempat yang tepat dan menghilangkan aksi anarkis,” ujarnya.
Fakhiri juga menyinggung soal penanganan kasus penyanderaan pilot Susi Air Kapten Philip Mark Mehrtens oleh Kelompok Kriminal bersenjata (KKB) pimpinan Egianus Kogoya.
Dia berujar kasus tersebut merupakan tanggung jawab semua pihak yang harus diselesaikan dengan cara pendekatan sosial dan budaya. “Mengenai pilot itu tanggung jawab bersama, tapi yang paling penting adalah pendekatan kultural demi keselamatan pilot,” pungkasnya.
Sosok Putra Papua Berwibawa dan Tegas
Salah satu Tokoh Adat di Papua, Yanto Eluay mengapresiasi 3 tahun kepemimpinan Fakhiri sebagai Kapolda Papua. Baginya, mantan Kapolres Kaimana tersebut merupakan sosok putra Papua yang tegas dalam mengambil keputusan.
“Kami selaku tokoh adat ya melihat pak Fakhiri sebagai salah satu putra Papua yang dipercayakan pemerintah khususnya di Kepolisian sebagai Kapolda di Papua telah menjalankan tugas, tupoksi beliau secara baik,” kata Yanto Eluay.
Yanto Eluay juga mengapresiasi atas pendekatan melalui sosial dan budaya oleh Fakhiri dalam penegakan hukum di Papua. Menurutnya, cara tersebut cukup efektif bagi masyarakat Papua.
“Iya dari sisi pendekatan-pendekatan keamanan khususnya dari sisi kebudayaan, adat istiadat di Papua sangat baik juga. Cukup maksimal,” pujinya.
Dia berharap figur dan ketegasan Fakhiri bisa menjadi contoh bagi siapa pun yang nanti dipercaya mengemban amanah sebagai Kapolda Papua yang baru. Sebagai tokoh adat, Yanto berkeinginan agar Kapolda yang baru bisa bertindak tegas dan tanpa kompromi.
“Siapa pun dia, saya kira Kapolda yang bertugas di Papua tidak boleh kompromi dengan gerakan-gerakan yang berlawanan dengan negara ini,” tandasnya. *** (Imelda/Siaran Pers )