KABARPAPUA.CO, Raja Ampat– Dalam sistem pemerintahan tradisional kerajaan di Kepulauan Raja Ampat dikenal gelar-gelar yang digunakan oleh para pegawai raja, mereka dilengkapi atribut yang membedakan dengan rakyat biasa.
Atribut-atribut ini yakni kain serban, selendang dan sepasang kain. Kain serban adalah kain penutup kepala, di kesultanan Ternate dan Tidore. Kain ini disebut lenso adat. Sedangkan suku Maya di Raja Ampat menyebutnya kaplotkwa. Kain penutup ini ada yang berwarna putih, hitam dan merah, sesuai dengan siapa pegawai kerajaan yang memakainya.
Kain serban berwarna putih hanya dipakai oleh fun dan jojau, sedangkan serban warna merah hanya dipakai oleh pegawai kerajaan yang berkedudukan sebagai ukum atau dumlaha. Serban berwarna hitam hanya dipakai oleh para pembantu fun yang bergelar mirino.
Fun dalam bahasa Maya untuk menyebut raja. Jojau bertugas sebagai juru bicara atau sebagai penyampai pesan dari raja kepada rakyat. Gelar jojau diadopsi dari Kesultanan Tidore. Sedangkan di Ternate disebut gogugu. Ukum bertugas sebagai pelaksana hukuman bagi warga yang bersalah melakukan pelanggaran tertentu.
Seorang yang bergelar dumlaha berperan sebagai pemimpin upacara-upacara adat baik yang bersifat religius atau pesta biasa. Gelar mirino dipakai oleh seorang yang bertugas memungut atau mengumpulkan upeti dan sumbangan-sumbangan dari rakyat.
Atribut kain selendang berwarna merah dipakai oleh fun, jojau, ukum dan dumlaha, sedangkan yang berwarna putih dipakai oleh mirino.
Selain kain serban dan selendang, para pegawai kerajaan juga dilengkapi sepasang kain berwarna putih. Khusus bagi fun, ada atribut tambahan yaitu sebuah payung sutera.
Pada masa lalu, atribut-atribut ini diterima sebagai hadiah atau dibeli dari Sultan Tidore dan Sultan Ternate. Secara tradisional atribut-atribut ini berfungsi sebagai pembeda dengan rakyat biasa, selain itu juga sebagai media untuk menyampaikan pesan kepada rakyat, misalnya ada hajatan besar, dibutuhkan tenaga kerja dan bahan makanan dalam jumlah banyak di pusat kerajaan, maka fun mengirimkan kain serbannya kepada para maripnu atau kepala kampung.
Selanjutnya para kepala kampung mengumpulkan bahan makanan dan tenaga kerja dan mengirimkannya ke pusat. *** (Hari Suroto-Peneliti Arkeologi BRIN)