KABARPAPUA.CO, Kota Jayapura – Maxim Indonesia selaku aplikator penyedia layanan transportasi daring atau online di Jayapura menanggapi aksi demonstrasi atau unjuk rasa ratusan sopir angkutan kota (angkot) konvensional yang menolak Maxim di Kota Jayapura. Demo penolakan ini sebelumnya berlangsung di depan Kantor Perhubungan Provinsi Papua, Kota Jayapura, pada Senin, 7 Oktober 2024 lalu.
Menurut PR Specialist-Maxim Indonesia, Yuan Ifdal Khoir, terkait tuntutan dalam aksi demonstrasi itu, bahwa Maxim patuh dan mengikuti regulasi tarif yang telah diatur oleh Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat sebagai lembaga yang berwenang dalam menentukan tarif layanan Angkutan Sewa Khusus.
“Aktivitas Maxim Indonesia diatur oleh Kementerian Perhubungan di mana Dishub Papua tidak memiliki kewenangan untuk menonaktifkan layanan. Maxim akan terus bekerja sesuai dengan semua persyaratan Kementerian,” tulis Yuan dalam siaran persnya yang dikirim melalui pesan aplikasi WhatsApp ke KabarPapua.co, Kamis, 10 Oktober 2024.
Yuan selaku Humas Maxim Indonesia ini juga menulis, bahwa pemblokiran aplikasi dapat berdampak buruk dalam segala aspek seperti melemahnya pertumbuhan ekonomi karena akan banyak mitra pengemudi Maxim yang akan kehilangan pendapatan mereka.
Selain itu, tulis Yuan, pembekuan aplikasi juga dapat merugikan masyarakat Jayapura yang membutuhkan layanan transportasi online karena saat ini Maxim telah banyak digunakan untuk menunjang kehidupan masyarakat untuk sekolah, bekerja, hingga mengantarkan pasien ke rumah sakit.
“Maxim akan terus berusaha untuk memberikan layanan yang saling memberikan dampak positif satu sama lain untuk membantu mobilitas masyarakat serta mengurangi tingkat pengangguran dengan memberikan kesempatan bagi mitra pengemudi dapat bekerja untuk memperoleh penghasilan,” tulis Yuan.
Mengenai SK Gubernur Papua, tulis Yuan, pihaknya menginginkan proses pengkajian tarif minimal ini turut melibatkan seluruh pemangku kepentingan baik dari pihak aplikator, masyarakat, dan pemerintah pusat dengan mempertimbangkan aspek kebutuhan dari konsumen untuk menjaga keseimbangan permintaan dan penawaran.
Adapun tarif minimal, tulis Yuan, tidak dikenal dalam nomenklatur tarif pada Angkutan Sewa Khusus sebagaimana termuat pada PM 118 Tahun 2018 dan Perdirjen SK 3244/2017. Adanya tarif minimal dan kenaikan tarif ASK akan merugikan masyarakat sebagai pengguna layanan transportasi online yang juga dapat mengurangi pendapatan mitra pengemudi karena orderan yang menurun.
“Kami sangat mengharapkan agar Kementerian Perhubungan dapat terlibat, guna penyelarasan serta sosialisasi yang tepat antara pihak pemerintah pusat, pemerintah daerah, aplikator, sebelum SK Gubernur Papua dapat diimplementasikan kepada masyarakat,” tulis Yuan. ***(Siaran Pers)
Berita ini menanggapi berita: https://kabarpapua.co/ratusan-sopir-angkot-di-jayapura-demo-tolak-maxim-ini-kata-dishub-papua/