KABARPAPUA.CO, Kaimana – Aktivis Perempuan asal Papua, Yuliana Numberi menyebut, anak-anak asli Papua bukan hanya berada di kota, tetapi lebih banyak tinggal di kampung-kampung dan daerah terpencil.
Untuk itu, kata Yuliana, perlu adanya keberpihakan nyata dalam konteks otonomi khusus Papua pada kebijakan dan program pemerintah yang dapat menjangkau hingga ke pelosok negeri.
“Pemerintah harus merancang program yang bukan hanya untuk anak di kota, tapi juga menjangkau anak-anak yang ada di kampung-kampung,” kata Yuliana kepada wartawan disela menghadiri puncak perayaan Hari Anak Nasional (HAN) ke-41 di Kaimana, belum lama ini.
Menurut Yuliana, ketika berbicara soal generasi emas, maka semua anak diseluruh Indonesia, bahkan tanah Papua memiliki hak yang sama untuk mendapatkan keadilan akses, tetapi juga perlindungan yang merata bagi semua anak, tanpa terkecuali.
“Jangan kita bilang Indonesia Emas, Papua Emas, Kaimana Emas, tetapi anak di kampung tidak merasakan pendidikan yang layak,” tegasnya.
HAN tahun 2025 ini, kata Yuliana, menjadi momentum nyata untuk mendorong lahirnya anak-anak Indonesia yang cerdas, sukses, dan siap menyongsong Indonesia Emas tahun 2045.
“Untuk mencapai Indonesia Emas 2045, pemerintah harus serius mempersiapkan anak-anak dari sekarang. Jangan sampai kekerasan terhadap perempuan dan anak dibiarkan, karena jika itu terjadi, kita tidak akan pernah sampai pada cita-cita generasi emas,” sebutnya.
Perempuan asal Serui ini juga menekankan tentang pentingnya kesetaraan akses bagi seluruh anak di Indonesia, termasuk anak-anak Papua yang tinggal di kampung, pegunungan, bukit, dan lembah.
Dia menegaskan, sangat tidak adil jika indikator kemajuan hanya diambil dari anak-anak di kota, sementara anak-anak di kampung tidak mendapatkan pendidikan, pelayanan kesehatan, maupun akses yang layak untuk mengikuti kegiatan nasional.
Hal lain yang juga disoroti Yuliana, adalah terkait masih adanya tindakan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Menurut Yuliana, banyak masyarakat di kampung-kampung yang hingga saat ini belum tahu soal Undang-Undang (UU) Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak.
“Masyarakat kampung banyak yang belum tahu soal UU Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak. Maka saya sangat berharap agar kegiatan sosialisasi ini diperluas dan rutin dilakukan,” tutupnya. ***(Yosias Wambrauw)




















