KABARPAPUA.CO, Kota Jayapura — Kepala Bidang SMP pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Jayapura, Purnama Sinaga mengatakan, program Makan Bergizi Gratis (MBG) di SMP Negeri 3 Jayapura sementara waktu dihentikan pihak dapur penyedia layanan. Hal ini disebabkan keterbatasan anggaran yang tak memadai, yakni hanya Rp8.000 per siswa.
Menurut Purnama, pihaknya telah mendapat informasi dari pihak Satuan Pelaksana Program Gizi (SPPG) setempat, bahwa mereka kini tengah mengajukan permohonan revisi anggaran ke pemerintah pusat.
“Informasi dari SPPG setempat, mereka sedang mengajukan permohonan agar anggaran MBG dikaji ulang sesuai dengan kondisi riil di Kota Jayapura. Harapannya, revisi ini dapat segera direalisasikan agar pelayanan MBG bisa kembali berjalan,” jelas Purnama di Kota Jayapura, Sabtu, 27 September 2025.

Program MBG selama ini, kata Purnama, telah memberikan dampak positif bagi siswa, terutama dalam meningkatkan semangat belajar dan partisipasi di sekolah. Pihaknya berharap agar pemerintah segera melakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap kondisi ini.
“Kami berharap kegiatan MBG bisa terus berjalan lancar. Untuk SMP Negeri 3 Jayapura, kami harap pemerintah segera mengevaluasi agar pelaksanaan MBG bisa kembali aktif,” tegas Purnama.
Program MBG bukan hanya soal pemenuhan gizi, tetapi juga bagian dari upaya menciptakan lingkungan belajar yang sehat dan produktif bagi anak-anak Papua. Dukungan dari semua pihak sangat dibutuhkan agar program ini dapat terus memberi manfaat nyata bagi generasi muda di Jayapura.
BGN Papua Klarifikasi dan Ajukan Revisi Indeks Kemahalan
Program MBG di SMP Negeri 3 Jayapura tengah menjadi sorotan publik setelah menu yang disajikan terlihat minimalis hanya terdiri dari nasi, tahu, dan timun. Ketua Koordinator SPPG BGN di Provinsi Papua, Rama Irjayanto Putra Sukoco Borotian, memberikan klarifikasi terkait kondisi itu.
Menurut Rama, pihaknya bertanggung jawab atas pelaksanaan teknis MBG di wilayah Papua. Penyebab utama porsi minimalis ini berasal dari petunjuk teknis terbaru yang menetapkan bahwa Kota Jayapura tidak termasuk dalam wilayah dengan indeks kemahalan khusus.
“Indeks kemahalan untuk Jayapura dinyatakan nihil, sehingga anggaran per porsi ditetapkan Rp 8.000 untuk porsi kecil dan Rp 10.000 untuk porsi besar,” jelas Rama.
Rama menjelaskan, data indeks kemahalan yang digunakan berasal dari Bappenas. Kemungkinan besar, saat survei dilakukan, harga-harga di Jayapura dianggap stabil sehingga tidak dimasukkan dalam kategori daerah dengan biaya hidup tinggi. Akibatnya, alokasi dana MBG menjadi terbatas dan berdampak langsung pada kualitas menu yang disajikan.
“Kami sudah melaporkan kondisi ini ke pusat dan sedang mengupayakan agar data dari Pemda dan dinas terkait bisa dikomparasi dengan data Bappenas. Harapannya, indeks kemahalan bisa disesuaikan dengan kondisi riil di lapangan,” ujarnya.
Rama menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat atas keterbatasan menu MBG yang terjadi. Ia menegaskan bahwa hal ini bukan kesengajaan, melainkan akibat dari sistem penganggaran yang belum sepenuhnya mencerminkan realitas harga di Jayapura.
“Kami pastikan, jika revisi indeks kemahalan disetujui, hal serupa tidak akan terjadi lagi. Kami juga akan meminta mitra dan yayasan untuk mengkaji ulang sistem penyediaan menu agar lebih layak,” tambahnya. ***(Imelda)




















