KABARPAPUA.CO, Kaimana – Masyarakat diminta untuk melaporkan peristiwa Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) maupun kekerasan terhadap anak ke pihak penegak hukum dibandingkan penyelesaian melalui adat.
Hal itu disampaikan Sekretaris Pokja Perempuan di Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB), Marthina Sawi, saat dirinya bersama empat anggota MRPB lain bertemu dengan masyarakat di Kampung Tanggaromi, Kampung Waho dan Kampung Wamesa belum lama ini.
Menurutnya, penyelesaian melalui adat yang biasa dikenal dengan sebutan denda adat tidak akan memberikan efek jera terhadap pelaku KDRT dan justru akan menimbulkan kejadian lain.
Untuk itu, kata perempuan asal Kaimana ini, proses hukum adalah jalan satu-satunya bagi korban KDRT dalam mencari keadilan dan perlindungan.
Dia menyebut, kekerasan dalam rumah tangga bukan hanya bisa dialami oleh kaum wanita, tetapi juga oleh suami sebagai kepala rumah tangga.
“Dari awal itu kan semua atas dasar sama-sama suka dan akhirnya memutuskan untuk menikah. Jadi setelah menikah, harusnya tidak seenaknya main tangan. Apalagi ada konsekwensi hukumnya,” tegas Martina yang juga didampingi Wakil Ketua II MRPB, Fransina Hindom dan Wakil Ketua Pokja Adat Ismael Watora.
Dia mengingatkan generasi muda orang asli Papua (OAP) di Kaimana untuk tidak mengambil resiko dengan menikah muda, melainkan kejarlah lebih dulu cita-cita yang dapat membanggakan orangtua.
“Bayangkan saja, bagaimana kondisi generasi kita kedepan. Kalau istri sering dipukul dan dia sedang hamil, maka akan berpengaruh juga pada pertumbuhan anak didalam perut. Inilah yang harus kita hindari,” katanya. ***(Yosias Wambrauw)




















