KABARPAPUA.CO, Kota Jayapura– Lima batalyon infanteri (Yonif) penyangga daerah rawan yang baru diresmikan oleh Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto diyakini dapat mempercepat program ketahanan pangan pemerintah di Tanah Papua
Terlebih lima batalyon tersebut akan bekerja sama dengan Kementerian Pertanian dan masyarakat setempat untuk menanam komoditas pangan utama, salah satunya padi.
Percepatan implementasi program pertanian ini dikarenakan kapasitas TNI dalam manajemen sumber daya bisa berperan strategis dalam upaya meningkatkan produksi pangan di daerah tersebut.
Kolaborasi TNI dan masyarakat sipil tidak boleh dipahami sebagai pengabaian hak masyarakat adat. Sebaliknya, sinergi ini diharapkan dapat menciptakan peluang transfer pengetahuan dan teknologi pertanian, yang bermanfaat bagi masyarakat lokal. Kehadiran TNI diharapkan dapat meningkatkan kapasitas petani lokal.
Seperti dilansir dari Tempo.co, prajurit-prajurit TNI yang tergabung dalam batalyon infanteri penyangga daerah rawan (yonif PDR) dibekali ilmu pertanian dari Universitas Pertahanan.
Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal TNI Maruli Simanjuntak mengatakan prajurit yang mendapatkan materi khusus itu nantinya bertugas dalam kompi-kompi produksi pangan yang merupakan bagian dari yonif PDR di Papua.
“Ada (pembekalan) dari Universitas Pertahanan. Ada bintara khusus yang sudah dalam pendidikan militernya, juga menerima materi pertanian,” kata KSAD.
Terkait dengan klaim pelanggaran hak masyarakat adat, penting untuk melihat proses hukum dalam penguasaan tanah ulayat secara objektif. Tidak semua proyek pertanian otomatis melanggar hak. Dialog terbuka antara pemerintah, investor, dan masyarakat adat sangat penting untuk memastikan keterlibatan semua pihak.
Keberadaan TNI dalam mendukung ketahanan pangan sejalan dengan “operasi militer selain perang” yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2004. TNI memiliki tanggung jawab dalam membantu pemerintah mengatasi masalah sosial, termasuk ketahanan pangan, yang berkaitan erat dengan stabilitas dan keamanan masyarakat.
Meskipun terdapat penolakan dari sebagian masyarakat, tidak semua warga Papua menolak inisiatif ini. Beberapa komunitas justru melihat potensi keuntungan dari peningkatan produksi pangan dan penciptaan lapangan kerja. Oleh karena itu, penting untuk melibatkan masyarakat adat dalam proses pengambilan keputusan, guna memastikan hak dan kepentingan mereka terlindungi. *** (Rilis)