KABARPAPUA.CO, Merauke – Obet mulai tersenyum lebar. Tangannya terlihat memedang handphone(HP) android yang agak kusam. Sesekali terdengar nada musik nyaring.
Jari-jarinya begitu lincah menyentuh layar hendphone, seakan tengah membalas pesan singkat dari seseorang. “Saya balas dulu ya,” ungkap Obet Wandawon membuka percakapan siang itu.
Maklum, Obet sendiri baru beberapa tahun memiliki HP untuk berkomunikasi dengan saudaranya dari Kampung Bayanggop, Distrik Manggalum, Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua Selatan.
Rupanya tidak hanya Obet, sejumlah pemuda di Kampung Bayanggop juga sudah memiliki HP yang begitu canggih. Mereka terlihat asyik mendengarkan musik hasil donwload atau unduh dari aplikasi android.
Obet bercerita, sejak berdirinya tower telekomunikasi di kampungnya, banyak masyarakat membeli HP, tak terkecuali anak muda. HP yang mereka gunakan tidak hanya untuk berkomunikasi, melainkan untuk hiburan dengan mendengarkan musik.
Dahulu sebelum ada tower jaringan internet, masyarakat Kampung Banyanggop lebih memilih berlama-lama di Kampung Manggalum, pusat perekonomian Distrik Manggalum. Sementara sebagian masyarakat lainnya pergi ke Tanah Merah, ibu kita Kabupaten Boven Digoel untuk sekadar mencari sinyal.
Padahal jarak tempuh antara kampung Banyanggop dan Kampung Manggalum itu sangat jauh. Apalagi ke Tanah Merah, perjalanan bisa seharian. Belum lagi, akses menuju Tanah Merah harus menyusuri sungai mengunakan perahu kayu bermesin atau loangboat.
“Ya sekitar satu jam lah perjalanannya kalau ke kampung Manggalum. Tetapi kalau ke Tanah Merah itu bisa seharian, karena kita ikut arus sungai jadi agak cepat,” ujar Obet mengisahkan.
BAKTI Kominfo Buka Isolasi di Pedalaman
Kini, Obet dan warga Bayanggop senang sudah bisa menikmati akses internet melalui Base Transceiver Station (BTS) yang berdiri sejak 2022 lalu. Di balik hadirnya BTS di Kampung Banyanggop, rupanya ada kisah haru perjuangan warga setempat.
Semenjak mendengar rencana pembangungan Tower Telekomunikasi di kampung, hampir semua warga turun ke ibu kota kabupaten. Euforia menyambut pembangunan tower nampak terasa hingga kampung terkesan tak berpenghuni.
Masyarakat melakukan perjalan dengan perahu kayu demi menyambut rencana pembangunan tower di kampung mereka. Puluhan perahu kayu berukuran besar, terparkir di bibir Pelabuhan Kali Digoel. Masyarakat menunggu dengan sabar untuk membantu mendistribusikan material tower.
“Waktu itu, warga berbondong – bondong ikut membantu mendistribusikan material, mulai dari orang tua, pemuda, perempuan dan anak-anak ikut serta mengangkut material tower di perahunya. Sukacita warga sangat terlihat,” kata Obet kepada KabarPapua.co.
Tak tanggung-tanggung, masyarakat mengerahkan perahunya masing-masing untuk membantu proses pendistribusian material. Padahal, perahu yang memuat meterial, berupa besi tower dan semen harus menempuh perjalan selama tiga hari hingga sampai ke Kampung Bayanggop.
“Waktu itu masyarakat begitu semangat menyambut berdirinya tower internet,” ungkap Obet.
Selain Obet, Tedi Wagin, Tokoh Pemuda Kampung Banyanggop adalah saksi hidup yang melihat perjuangan masyarakat Bayanggop demi akses internet. “Waktu itu kami pemuda semua terlibat untuk mengangkut material tower,” ujarnya.
Akhir Penantian Panjang Warga Pedalaman
Tedi Wagin mengungkapkan bahwa Kampung Bayanggop, sebuah kampung yang sangat jauh. Kampung Bayanggop merupakan kampung terakhir di Distrik Manggalum, Kabupaten Boven Digoel. Wilayahnya berbatasan langsung dengan Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua Tengah.
“Kampung ini adalah kampung terjauh di Kabupaten Boven Digoel. Masyarakat di kampung ini sudah sejak lama menanti jaringan telekomunikasi, supaya bisa menelepon keluarga, relasi dan kerabat di luar kampungnya,” Tedi berujar.
Menurut penuturan Rendy Chandra Raharjo dari Divisi Lastmile Backhaul Direktorat Infrastruktur Bakti Kominfo, kehadiran Bakti Sinyal memang diperuntukkan bagi wilayah-wilayah yang memang belum memiliki jaringan internet.
BTS Bakti, berfokus pada wilayah tertinggal, terdepan dan terluar atau 3T. Wilayah ini tidak layak secara ekonomi, dan/atau wilayah yang dinilai masih membutuhkan sarana dan prasarana TIK.
Selain itu, wilayah-wilayah yang terisolasi dari akses telekomunikasi atau blank spot. Pembangunan BTS hingga ke level perdesaan bertujuan untuk memantik pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan pembangunan manusia dengan cara membuka akses terhadap TIK.
Rendy berharap kehadiran BTS dapat menutup kesenjangan digital nasional. Apalagi infrastruktur telekomunikasi merupakan prasyarat penting bagi pertumbuhan ekonomi dan pembangunan masyarakat.
“Bakti tidak dapat bekerja sendiri tanpa berkoordinasi dengan para pemangku kepentingan. Kami pun berkoordinasi dengan Forkopimda setempat apabila hendak membangun atau melaksanakan pemeliharaan infrastruktur, khususnya di daerah-daerah yang situasi keamanannya fluktuatif.” ucapnya. *** (Abdel Syah)