KABARPAPUA.CO, Kota Jayapura – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Papua mengklaim terdapat empat daerah di Provinsi Papua yang dikategorikan mempunyai tingkat kerawanan tertinggi.
Empat daerah tersebut yakni Kabupaten Jayapura, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kota Jayapura dan Kabupaten Sarmi. Sementara untuk IKP sedang yakni Mamberamo Raya, Waropen, Keerom, dan Biak Numfor.
“Sedangkan yang paling rendah yaitu Kabupaten Supiori,” ungkap Ketua Bawaslu Papua, Hardin Halidin kepada wartawan di Jayapura, Selasa 17 September 2024.
Menurutnya, peta kerawanan dapat diukur dari empat dimensi. Pertama isu sosial politik. Kedua, terkait dengan penyelenggaraan pemilunya, ketiga, kaitanya dengan kontestasi. Keempat adalah partisipasi masyarakat.
Bawaslu Papua telah melakukan deteksi dini untuk melakukan pencegahan terhadap potensi konflik yang akan terjadi pada Pilkada 2024. Karena mengacu pada pencalonan, kampanye yang akan dimulai pada 24 September. Kemudian dengan pungut hitung pada 27 November mendatang.
“Hal inilah yang menjadi dasar dari pemetaan kerawanan ini. Kalau mengambil dimensi partisipasi, salah satunya bisa mengambil indikatornya masyarakat tidak terinformasi dengan baik,” ujarnya.
Sementara itu, Anggota Bawaslu Papua, Yofrey Pryamta Kabelen dalam paparannya menyampaikan isu-isu strategis dalam kerawanan Pilkada 2024.
Salah satunya soal kekerasan terhadap penyelenggara yang mempunyai skor paling tertinggi di Provinsi Papua. Isu ini terjadi di tiga kabupaten yaitu Kota Jayapura, Kabupaten Sarmi dan Kepulauan Yapen.
“Sebagai contoh di Kota Jayapura. Seorang calon anggota DPRD kota Jayapura melakukan pemukulan terhadap Ketua KPPS, karena tidak terima terhadap hasil perolehan suara,” katanya.
Kemudian pelanggaran kode etik oleh penyelenggara. Kekerasan terhadap penyelenggara. Pelanggaran kode etik oleh penyelenggara Pemilu menjadi isu nomor 2 tertinggi dan memiliki skor yang sama dengan isu sebelumnya.
“Isu ini terjadi di 5 Kabupaten dan 1 Kota yakni Kabupaten Mamberamo Raya, Waropen, Kepulauan Yapen, Kabupaten Jayapura, Supiori dan Kota Jayapura. Sebagai contoh isu ini terjadi di Kabupaten Jayapura pada Pilkada 2017,” jelasnya.
Dalam kasus ini, DKPP mengeluarkan 3 keputusan yang ditujukan kepada jajaran KPU Kabupaten Jayapura. Mulai dari ketua, anggota, kasubag dan PPD atas pengaduan dari pengawas di Distrik Depapre.
Selanjutnya keamanan penyelenggara Pemilu ini menjadi isu yang penyebarannya paling banyak terjadi di kabupaten/kota. Isu ini terjadi di Kabupaten Biak Numfor, Keerom, Sarmi, Kepulauan Yapen, Jayapura dan Kota Jayapura.
Sebagai contoh di Kota Jayapura, lanjutnya, seorang calon anggota DPRD kota Jayapura melakukan pengrusakan terhadap TPS dan juga kotak suara. Perusakan karena tidak menerima hasil perolehan suara.
Begitu juga terkait mobilisasi massa isu ini terjadi di Kabupaten Sarmi, Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura. Di Kabupaten Jayapura ini terjadi ketika ada kendaraan roda empat mengangkut massa untuk diarahkan ke TPS pada saat pemungutan suara.
Namun, kata Yofrey, Hal tersebut ditemukan oleh Bawaslu Kabupaten Jayapura dan langsung dilakukan pencegahan, sehingga massa yang tidak memiliki hak pilih mencoblos. Begitupun di Kota Jayapura terhadap mobilisasi massa di TPS 17 Kelurahan Entrop, Distrik Jayapura Selatan. *** (Imelda)