KABARPAPUA.CO, Kota Jayapura– Mahkamah Konstitusi (MK) telah meregistrasi tiga perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHP Kada) 2024.
Ketiganya perkara terdiri dari satu perkara PHP Gubernur dan Wakil Gubernur, dan dua untuk PHP Bupati dan Wakil Bupati.
Masing-masing perkara PHP yang teregistrasi di MK adalah hasil Pemungutan Suara Ulang (PSU) di tiga daerah.
Namun ada hal yang baru dan menarik dalam proses sengketa hasil perselisihan PSU Pilkada Papua di MK, khususnya di Papua.
Mungkin baru pertama kali, namun ini adalah bagian dari proses demokratisasi dan pendidikan politik di Papua bagi generasi mendatang.
Direktur Eksekutif NSL Political Consultant and Strategic Campaign, Nasarudin Sili Luli menjelaskan Amicus Curiae atau biasa disebut sebagai (sahat pengadilan) adalah seseorang atau satu organisasi profesional, sebagai pihak ketiga yang bukan merupakan pihak dalam suatu perkara, namun memiliki kepentingan atau kepedulian atas perkara itu dan memberikan keterangan baik lisan maupun tertulis untuk membantu peradilan yang memeriksa dan memutus perkara tersebut, karena sukarela dan prakarsa sendiri atau karena pengadilan memintanya.
“Kami memiliki legal standing pada pasal 5 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman sebagai berikut: Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat,” katanya, dalam rilis yang diterima kabarpapua.co, Selasa 26 Agustus 2025.
Lalu, Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa ketentuan tersebut dimaksudkan agar putusan hakim dan hakim konstitusi sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Keterlibatan NSL dalam Amicus Curiae juga diatur secara tersirat dalam Pasal 180 ayat (1) KUHAP: Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
Tujuannya adalah :
Pertama: Agar kami punya perspektif sendiri dalam menjaga kewarasan publik dalam memaknai pelanggaran dan kecurangan yang terjadi pada PSU Pilkada Papua, kami tidak mau diintervensi oleh calon manapun, ini murni adalah panggilan moral untuk memperbaiki demokrasi dan politik di tanah Papua.
Kedua kami pesimistis terhadap Termohon (KPU Papua) dan pihak terkait dalam hal ini (Bawaslu Papua) dalam memberikan eksepsi di hadapan yang mulia majelis hakim nantinya, Kenapa? melihat amar putusan MK NOMOR 304/PHPU.GUB-XXIII/2025 yang sebelumnya MK secara tegas menolak eksepsi pihak Termohon dan pihak Terkait untuk seluruhnya,artinya apa? MK menyampingkan bahkan tidak menjadi rujukan dalam pengambilan keputusan MK atas kinerja KPU dan Bawaslu Papua sebab, bagi MK sangat meragukan bahkan cenderung menutupi semua pelanggaran dan kecurangan yang terjadi.
NSL mengaku sudah menyiapkan kajian, analisis, data dan legal opinion agar semua bisa terakumulasi dalam Amicus Brief Hal tersebut dilakukan untuk membantu yang mulia hakim konstitusi agar dapat adil dan bijaksana dalam memutus perkara perselisihan hasil (PHPU PSU Pilkada Papua)
“Dengan tersedianya sudut pandang yang lain bagi yang mulia hakim konstitusi tentu saja dapat membantu dalam memahami berbagai aspek pelanggaran yang terjadi selama proses PSU Pilkada Papua yang terkait dengan kecurangan melalui sudut pandang kami sebagai masyarakat Papua atau pihak yang tidak terafiliasi lainnya agar MK secara jernih melihat persoalan PSU Papua ini secara komprehensif,” katanya. *** (Rilis)




















