KABARPAPUA.CO, Kota Jayapura – Hasil Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur (Pilgub) Papua digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh pasangan calon (paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur Papua nomor urut 1, Benhur Tomi Mano-Constan Karma (BTM-CK).
Benhur Tomi Mano yang kerap disapa BTM mengklaim tak lagi memperdebatkan keputusan KPU. “Saya tidak akan menoleh ke belakang, tapi akan melangkah maju dengan satu tujuan yaitu menjemput kebenaran di Mahkamah Konstitusi (MK),” kata BTM dalam pidato politiknya, di Kota Jayapura, Jumat 22 Agustus 2025.
Walau begitu, Direktur Eksekutif NSL Political Consultant and Strategic Campaign, Nasarudin Sili Lili berpendapat hal yang paling penting dalam pembuktian di MK adalah alat bukti surat atau tulisan, keterangan saksi, keterangan ahli, petunjuk, dan alat bukti lainnya seperti informasi elektronik.
“Beban pembuktian umumnya ada pada pemohon (BTM-CK) yang harus membuktikan dalil gugatannya, meskipun MK bisa meminta keterangan tambahan atau alat bukti dari pihak lain,” katanya, Senin 25 Agustus 2025.
Nasarudin bilang, proses pembuktian di MK bersifat objektivitas hukum yang bertujuan menegakkan konstitusi dan keadilan, bukan sekadar pertimbangan politik apalagi sensasional politik.
“Data BTM-CK dari hasil perolehan suara yang tercantum dalam formulir D Hasil tingkat provinsi tidak sinkron dengan data asli yang dihimpun dari formulir C Hasil tingkat TPS, serta dugaan di tipex harus dapat dibuktikan dihadapan majelis hakim MK,” katanya.
Menurutnya, dokumen resmi terkait perkara, seperti keputusan termohon (KPU) mengenai rekapitulasi hasil penghitungan suara PSU Pilkada Papua dari semua jenjang atau penetapan peserta pemilu harus dapat dibuktikan oleh BTM-CK.
Bukti berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau serupa, serta dokumen elektronik itu sendiri harus terangkum dalam satu kesatuan yang harus dapat dibuktikan saat sidang pembuktian.
Maka, pihak BTM-CK yang memiliki beban pembuktian harus menghadirkan bukti yang cukup untuk meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil-dalil tersebut. Dalam banyak kasus, beban pembuktian ada pada pihak yang mengajukan gugatan atau tuntutan (penggugat).
“Jangan sampai dalam putusan perselisihan hasil PSU Pilkada Papua ini yang tidak diterima MK. Ini artinya, perkara itu tidak dapat memenuhi syarat formil pemeriksaan. Baik itu syarat selisih ambang batas perolehan suara, maupun batas waktu pengajuan perkara,” katanya.
Padahal, pada perselisihan hasil pilkada sebelumnya MK cukup progresif mengesampingkan syarat formal seperti ambang batas selisih suara yang diatur di Pasal 158 UU Pilkada. MK berupaya memeriksa laporan pelanggaran, dengan menunda pemeriksaan syarat formal perkara di akhir.
Namun, sayangnya dalam proses pemeriksaan, pelanggaran yang didalilkan pemohon itu juga tidak terbukti. Sehingga, beberapa perkara tidak diterima oleh MK dengan alasan pemohon tidak berkedudukan hukum.
Artinya, BTM -CK harus bekerja lebih ekstra untuk memastikan terpenuhinya syarat formil dan materil sebagai bagian dari proses pengajuan permohonan ke MK.
“Yang lebih penting adalah menyiapkan semua bukti kecurangan seperti yang dituduhkan, jangan sampai kekuatan pembuktian menjadi lemah dan hanya berubah menjadi sensasi dan gosip politik sesaat,” ujarnya.
Sebelumnya, KPU Provinsi Papua menetapkan pasangan Matius Fakhiri–Aryoko Rumaropen (Mari-Yo) sebagai peraih suara terbanyak dalam Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Gubernur Papua 2024.
Penetapan pleno KPU dilakukan pada Rabu malam 20 Agustus 2025 dipimpin oleh Ketua KPU Papua, Diana Dorthea Simbiak, bersama jajaran komisioner dan disaksikan oleh Bawaslu Papua serta saksi dari kedua pasangan calon.
Pasangan Mari-Yo nomor urut 2, Mari-Yo yang diusung 16 partai politik meraih 259.817 suara atau 50,4 persen, unggul tipis atas pasangan nomor urut 1, BTM-CK yang diusung PDIP dan PKN dengan memperoleh 255.683 suara atau 49,6 persen. Selisih suara yang diraih Mari-Yo sebanyak 4.134 suara. *** (Katharina/Siaran Pers)




















