KABARPAPUA.CO, Tembagapura – Presiden Direktur (Presdir) PT Freeport Indonesia (PTFI), Tony Wenas melakukan kunjungan ke Asrama Tomawin di Tembagapura, Minggu sore, 17 Agustus 2025.
Asrama Tomawin merupakan tempat tinggal 72 anak tingkat SD hingga SMP, yang berasal dari Suku Amungme.
Mereka datang dari tiga kampung di sekitar wilayah operasi perusahaan, Kampung Banti, Kampung Arwanop, dan Kampung Tsinga.
Dalam kunjungannya, Tony memberikan motivasi dan semangat belajar kepada para siswa, serta meluangkan waktu untuk tanya jawab dengan suasana santai yang diselingi acara ringan.
Kehangatan pertemuan ini membuat anak-anak tampak gembira dan bersemangat menyambut kehadiran pimpinan tertinggi PTFI ini.
Sebagai bentuk perhatian, Tony juga menyerahkan bingkisan kepada seluruh anak yang tinggal di asrama tersebut.
Kegiatan ini mencerminkan kepedulian PTFI terhadap pendidikan dan kesejahteraan generasi muda Papua, khususnya anak-anak Amungme.

Kepala Asrama Tomawin, Iwan Dandan mengatakan, kehadiran Presdir PTFI Tony Wenas ke Asrama Tomawin memberikan semangat dan spirit bagi anak-anak tetap belajar baik.
“Hidup sesuai tatanan tatatertib asrama. Tampilkan jiwa patriot dan terus belajar sungguh-sungguh,” katanya saat diwawancara wartawan di Tembagapura, Jumat sore, 17 Agustus 2025.
Iwan juga mengatakan, Asrama Tomawin sudah ada dari sejak tahun 1996. Asrama Tomawin bagian perhatian Freeport kepada Suku Amungme, khususnya di tiga kampung, yakni Banti, Arwanop dan Tsinga.
“Tomawin sendiri berasal dari Bahasa Damal, artinya tempat meluruskan anak panah yang bengkok. Terus logo Tomawin ada hitam atau gelap dan juga putih atau terang. Arti warna itu perpindahan dari gelap ke terang,” paparnya.
Iwan mengatakan, dirinya bersama 13 rekannya sebagai pembina, pengasuh, dan pendidik bagi anak-anak dari kelas 1 SD hingga kelas 3 SMP. “Asrama Tomawin sendiri dikelola Yayasan Pesat Nabire,” katanya.
Asrama Tomawin, kata Iwan, merupakan sekolah asrama. Jika libur boleh kembali ke rumah, selebihnya mengikuti pendampingan rohani, akademik, minat dan bakat, tanggungjawab sosial dan serta pelatihan-pelatihan kesehatan.
Sedangkan tantangannya, kata Iwan, dari segi bahasa dan budaya, kemudian bagaimana membuat anak-anak hidup teratur di asrama. Sebab kehidupan teratur tak mereka temukan di rumah.
“Ketika sampai di sini (asrama), anak-anak harus belajar kemandirian, hal-hal yang sudah diatur dalam tata tertib, serta pedoman asrama. Itu hal baru dan jadi tantangan untuk mengarahkan mereka,” terangnya.
Tantangan lainnya, kata Iwan, banyak anak-anak yang usianya 6 setengah tahun dan sangat terbatas dalam hal berbahasa Indonesia, kemudian komunikasi lainnya.
“Biasa kami harus bahasa verbal atau bahasa isyarat. Itu sih yang jadi tantangannya,” kata Iwan menutup wawancara. ***(Cunding Levi)




















