KABARPAPUA.CO, Kota Jayapura – Badan Pusat Statistik (BPS) Papua mencatat Usaha Pertanian Perorangan (UTP) terbanyak di Kabupaten Jayapura dengan jumlah 15.373 unit atau 20,87 persen.
Kepala BPS Papua, Adriana Helena Carolina mengatakan, jumlah UTP di Papua miliki jumlah tertinggi yakni 73.676 unit di tahun 2023. Hal ini sesuai hasil pencacahan Sensus Pertanian (ST) tahap pertama di Papua.
“UTP paling banyak terdapat di Kabupaten Jayapura dengan jumlah 15, 373 unit atau 20,87 persen. Kemudian Kabupaten Biak Numfor dan Kabupaten Keerom masing-masing 14.093 unit (19,13 persen) dan 11,830 unit (16,06 persen),” ujar Adriana, Senin 4 Desember 2023.
Menurut Adriana, jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian (RTUP) di Papua sebanyak 71.214 rumah tangga. Jumlah ini naik 20,07 persen dari tahun 2013 yang sebanyak 59,310 rumah tangga.
Atas hasil pencacahan lengkap ST 2023, jumlah usaha pertanian di provinsi Papua tahun 2023 sebanyak 73.736 unit. Sementara jenis pertanian paling banyak berupa UTP 73.676 unit atau 99,92 persen.
Tiga Daerah Petani Milenial Tertinggi
Sedangkan UPB sebanyak 27 unit atau 0,04 persen dan UTL sebanyak 33 unit atau 0,04 persen. “Hasil ST 2023, pertani milenial yang berumur 19-39 tahun baik menggunakan maupun tidak menggunakan teknologi digital sebanyak 22.729 orang atau 34,89 persen dari total petani di Papua yang sebanyak 65.152 orang,” terangnya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 4 tahun 2019, pertani milenial merupakan petani berusia 19 tahun sampai 39 tahun dan petani yang adaptif terhadap teknologi digital.
Petani milenial berumur lebih dari 39 tahun dan menggunakan teknologi digital sebanyak 3,269 orang atau 5,02 persen. Sementara petani yang berumur kurang 19 tahun menggunakan teknologi sebanyak 1 orang atau 0,00 persen.
“Untuk kabupaten/kota dengan petani milenial umur 19-39 tahun terbanyak adalah Kabupaten Jayapura 4,654 orang. Selanjutnya, Biak Numfor dan Keerom dengan masing-masing sebanyak 3.717 (16,35 persen) orang dan 3.630 (15,97),”pungkasnya.
BPS Papua Terkendala Data Petani OAP
Adriana melanjutkan, BPS Papua saat ini masih terkendala memetakan data para petani yang tergolong Orang Asli Papua ( OAP). Hal ini karena belum mendapat devinisi yang jelas dari pemerintah daerah setempat.
Menurut untuk data terpilih sangat membutuhkan kerja sama yang kuat dengan pemerintah daerah. Tujuannya untuk bisa melakukan pemilahan petani OAP dan non OAP. “Sebenarnya bisa kita buat pemetaan berdasarkan UU OAP, itu satu atau dua orang, bisa bapa mama Papua, terus bapa bukan Papua mama Papua itu juga bisa,” ujar Adriana.
Selama ini BPS mendapat data atas pengakuan dari masyarakat yang mengaku orang Papua. “Selama ini dari pemerintah secara resmi belum ada, tetapi secara diskusi dengan dinas yang OAP itu pernah hanya saja terbentur masalah anggaran,” akunya.
BPS Papua juga telah mencoba dengan pemerintah di Papua Selatan untuk mengambil data dari hasil sensus penduduk berdasarkan suku. “Memang ini berdasarkan responden, bisa kita tarik mana yang suku Papua-nya, ” katanya. *** (Imelda)