KABARPAPUA.CO, Kota Jayapura – CEO dari Kitong Bisa, Billy Mambrasar berharap pemerintah memberikan kebijakan, serta menumbuhkan industri dan ekonomi di timur Indonesia, seperti di Papua.
Kitong Bisa merupakan organisasi sosial yang mendorong pemerataan pendidikan dan mendidik kewirausahaan di Papua.
Billy yakin jika industri dan ekonomi maju, maka dipastikan dapat memberikan kesempatan kerja dan melahirkan pebisnis muda, termasuk kepada anak muda di Indonesia timur yang sebelumnya telah menimba ilmu di seluruh dunia.
Billy yang saat ini bekerja dengan 158 relawan dan mendidik lebih dari 1.000 anak didik di Provinsi Papua dan Papua Barat mendesak kebijakan pemerintah ini dalam sebuah diskusi denga tema “Pekerjaan Untuk Semua” yang digelar dalam Indonesia Development Forum 2019.
Billy didaulat untuk memberikan masukan strategis kepada pemerintah, dan mitra pembangunan lain, untuk menurunkan angka pengangguran di Indonesia Timur, seperti NTT, Maluku dan Papua.

Billy Mambrasar, CEO Kitong Bisa berbicara pada Indonesia Development Forum 2019. (Dok: Pribadi)
Billy yang merupakan Mahasiswa Universitas Oxford, Inggris berbicara satu panggung dengan Menteri Pembangunan Desa Tertinggal, Menteri Bappenas, CEO Buka Lapak, Wakil Presiden Indonesia, CEO General Electric Indonesia, dan sederet tokoh ternama Indonesia dalam dunia pemerintahan, bisnis, maupun Yayasan sosial.
Dalam diskusi ini, Billy juga memberikan sambutan positif kepada pemerintah daerah di Papua yang sibuk mengirimkan anak-anak muda Indonesia sekolah formal, bahkan sampai ke luar negeri.
“Sayangnya ketika anak-anak itu ke daerahnya, banyak dari mereka yang nganggur atau bingung mau mengerjakan hal apa yang relevan dengan jurusannya,” jelasnya, dalam surat tertulis yang diterima KabarPapua, Jumat 26 Juli 2019.
Hal ini juga dikarenakan walau sekolah di luar negeri, banyak anak-anak muda ini belajar pada institusi yang tidak memiliki ranking, atau terakreditasi.

Billy Mambrasar, CEO Kitong Bisa berbicara pada Indonesia Development Forum 2019. (Dok: Pribadi)
“Perlu diingat, bahwa tidak semua kampus di luar negeri itu bagus. Mereka juga tidak banyak beraktifitas untuk pemenuhan keahlian interpersonal, sehingga ketika kembali mereka jadi pengangguran dengan gelar tersebut,” katanya.
Billy yang akan melanjutkan studinya di Universitas Harvard tahun depan menegaskan bahwa pendidikan dilakukan untuk memiliki sebuah keterampilan yang dapat dipergunakan untuk bertahan hidup. Pendidikan bukanlah untuk dapat ijazah, lalu mengunakannya untuk mencari pekerjaan.
“Coba contoh Zakki, founder Buka Lapak, teman saya di ITB dulu. Setelah lulus, tidak mencari-cari pekerjaan, tetapi membuat pekerjaan untuk dirinya sendiri, sehingga lahirlah perusahaan besar Indonesia saat ini: Buka Lapak,” ujarnya.
Ia juga memberikan contoh, bahwa dirinya juga berani untuk berhenti menjadi seorang karyawan di perusahaan migas dan saat ini menjadi aktifis sosial, sekaligus konsultan lepas, membantu berbagai sektor membuat rencana keberlanjutan perusahaan atau institusinya.
“Tapi, jika tak ada kesibukan, maka cenderung anak-anak muda Papua akan terseret ke gerakan negatif seperti ekstrimisme, separatis, narkoba, dan kriminal. Oleh sebab itu, penting untuk menyelesaikan permasalahan sosial ini.” jelasnya.
Indonesia Development Forum 2019 merupakan acara tetap tahunan, dengan Kementerian Bappenas sebagai tuan rumah, bekerja sama dengan Pemerintah Australia, dan di jalankan oleh sebuah Think Tank: Knowledge Sector Initiative. *** (Adv/Katharina)