Menu

Mode Gelap

PERISTIWA · 3 Feb 2016 ·

Multi Bahasa Berbasis Bahasa Ibu, Upaya Peningkatan Kualitas Belajar dan Menekan Angka Putus Sekolah di Papua


					Suasana lokakarya Akhir PMB-BBI serta Peningkatan Kapasitas Guru dan Tenaga Kependidikan. (KabarPapua.co/Lazore) Perbesar

Suasana lokakarya Akhir PMB-BBI serta Peningkatan Kapasitas Guru dan Tenaga Kependidikan. (KabarPapua.co/Lazore)

KABARPAPUA.CO, Kota Jayapura – Penggunaan bahasa ibu sebagai bahasa pengantar dalam kelas kepada siswa-siswi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan kelas awal Sekolah Dasar di Papua dinilai sebagai langkah yang strategis untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Provinsi Papua.

Pendekatan yang akan dilaksanakan melibatkan perkenalan pada Pendidikan Multi Bahasa Berbasis Bahasa Ibu (PMB-BBI), dimana anak-anak mulai belajar melalui bahasa ibu di kelas-kelas awal dan kemudian secara bertahap belajar untuk menggunakan Bahasa Indonesia secara keseluruhan.

Terdapat bukti-bukti menarik yang menunjukkan bahwa pendekatan ini dapat membantu meningkatkan partisipasi siswa, menekan angka putus sekolah, dan meningkatkan pembelajaran dalam kurikulum, sehingga mendorong efisiensi pendidikan, serta mencegah punahnya keanekaragaman bahasa dan budaya di Papua.

Hal ini dibahas dalam Lokakarya Akhir Pendidikan Multi Bahasa Berbasis Bahasa Ibu (PMB-BBI) serta Peningkatan Kapasitas Guru dan Tenaga Kependidikan yang diselenggarakan oleh Dinas Pendididikan dan Kebudayaan Provinsi Papua untuk mendukung percepatan program Gerbangmas Hasrat Papua khusus di sektor pendidikan.

Lokakarya yang diselenggarakan di Hotel Aston, Kota Jayapura, Rabu (3/2) ini sebagai bagian dari kolaborasi intensif antara Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (BALITBANG/Kemendikbud), Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Papua, dengan SIL International dibawah program yang didukung oleh Kemitraan Pengembangan Kapasitas dan Analisis Sektor Pendidikan (ACDP) melalui pendanaan dari Uni Eropa (EU), Pemerintah Australia dan dikelola oleh Asian Development Bank (ADB).

Lokakarya ini dibuka secara resmi Gubernur Papua, Lukas Enembe, yang diwakili Asisten Bidang Umum Sekda Papua, Rosina Upessy, yang kemudian dilanjutkan  penandatanganan dokumen Kurikulum, Silabus dan Bahan Ajar dalam Bahasa Lani untuk 13 PAUD dan SD Kelas 1 di Kecamatan Kuyawage, Kabupaten Lanny Jaya, sebagai model pertama PMB-BBI di Papua.

Gubernur Papua, Lukas Enembe mengatakan, menurut hasil pemetaan yang dilakukan SIL dan Yayasan Abdi Nusantara Papua, ada 275 bahasa di Tanah Papua sebagai bentuk kekayaan literasi dan sekaligus kekayaan budaya yang wajib kita lestarikan. Implementasi Pendidikan Multi Bahasa Berbasis Bahasa Ibu (PMB-BBI) untuk anak-anak PAUD dan di kelas-kelas awal SD tidak bisa kita tunda-tunda lagi.

Kebijakan PMB-BBI di Papua didukung Pemerintah Provinsi melalui Pasal 58 Undang-undang Otonomi Khusus (UU Otsus) Papua (UU 21/2001) yang menyatakan bahwa Papua harus memastikan keragaman bahasa dan sastra daerah yang ada di provinsi tersebut dikembangkan, dilestarikan dan digunakan di dalam kelas sesuai kebutuhan.

Baca Juga >  Ciptakan Suasana Berbeda, Si Ipar di Jayapura Ajak Rekreasi usai Belajar

PMB-BBI di Papua juga didukung Peraturan Daerah Khusus Nomor 3 Tahun 2013, tentang Pelayanan Pendidikan Bagi Komunitas Adat Terpencil, Pasal 22 Ayat 1 dan 2, yang menyatakan bahwa “Bahasa pengantar Pendidikan Dasar untuk Komunitas Adat Terpencil (KAT) di Papua adalah Bahasa Indonesia, namun jika Bahasa Indonesia belum dapat digunakan sebagai pengantar dalam penyelenggaraan pendidikan, maka sekolah-sekolah formal dan non-formal dapat menggunakan bahasa daerah/ibu’.

Undang-Undang di tingkat regional mencerminkan dukungan politik dan legislatif bagi PMB-BBI di tingkat nasional. RENTSRA Kemendikbud secara eksplisit menyebutkan bahwa “Bahasa ibu dapat digunakan sebagai bahasa pengantar di kelas-kelas awal sebagai cara untuk memperkaya bentuk implementasi diversifikasi kurikulum.” Diterimanya PMB-BBI dalam RPJMN dan RENSTRA, dokumen Perencanaan Nasional 2015-2019, juga merupakan perkembangan yang signifikan.

Dalam melaksanakan kebijakan penerapan PMB-BBI, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Papua, Elias Wonda memaparkan, sejumlah dukungan politik untuk mengintegrasikan PMB-BBI ke sekolah- sekolah di daerah pedesaan dan terpencil Papua telah dilakukan.

Pemerintah, didukung kemitraan ACDP Indonesia dan SIL Internasional (Indonesia) telah mengembangkan sebuah rencana empat tahun, mulai Juli 2016, untuk mengimplementasikan program percontohan PMB-BBI di salah satu Kecamatan di Lembah Kuyawage, Kabupaten Lanny Jaya yang telah berkomitmen untuk meningkatkan cakupan program itu melalui kerjasama dengan pemangku kepentingan lainnya secara lebih luas, seperti dengan World Vision Indonesia (WVI) Papua, YKW Jayawijaya serta Mitra Pembangunan lainnya.

Menurut survei sosiolinguistik, Bahasa Indonesia menjadi bahasa sekunder pada hampir semua penduduk Lanny Jaya dan penguasaan terhadap bahasa nasional pada saat itu lemah. Lani adalah bahasa pertama pada hampir seluruh anak di kabupaten itu, dan kabupaten lain di sekitarnya, termasuk di Kabupaten Jayawijaya.

Dari sampel sebanyak 184 siswa kelas 2 dan kelas 3, ada 75 persen dari seluruh siswa menganggap Bahasa Indonesia sulit, sementara 88 persen menganggap Bahasa Lani mudah. Hanya sekitar 13 pesren dari siswa tersebut yang lancar dalam dua bahasa tersebut (dwi-bahasa).

Baca Juga >  Keladi Sagu Rasaka Cartenz Obati Pasien ISPA di Kota Jayapura

Dr. Joost Pikkert, Ketua Tim Program PMB-BBI dari SIL International Indonesia menjelaskan, secara psikologis, anak-anak akan lebih siap belajar menerima bahasa lain di luar bahasa ibunya kurang lebih di kelas 3 sekolah dasar. Setelah mereka secara bertahap belajar Bahasa Indonesia, perkenalan terhadap bahasa asing seperti Bahasa Inggris idealnya diajarkan di usia yang lebih dewasa.

Namun, meski tiga kali lipat siswa menganggap Bahasa Lani mudah dan Bahasa Indonesia sulit, hampir 65 persen guru menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di kelas dan hanya 20 poersen guru yang menggunakan Bahasa Lani – yang mudah dipahami siswa secara umum.

Terus ada 6,9 persen dari siswa umumnya dilarang menggunakan bahasa lokal mereka ketika di sekolah. Secara signifikan, apabila dibandingkan, siswa di asrama dengan guru non-Papua lebih mungkin untuk dipukuli jika menggunakan bahasa lokal dibandingkan dengan siswa di sekolah lainnya.

Hal ini mencerminkan betapa Penerapan Pendidikan Multi Bahasa berbasis Bahasa Ibu sangat dibutuhkan untuk membuat pelajaran yang diberikan kepada kelas awal bisa dipahami dengan lebih mudah, sehingga mempercepat pembelajaran, dan di saat yang bersamaan melindungi serta menghormati bahasa dan kebudayaan lokal.

“Penggunaan bahasa ibu di kelas dan kefasihan dalam menggunakan lebih dari satu bahasa merupakan hadiah istimewa bagi anak-anak Papua. Hal tersebut dapat membantu memastikan mereka tetap sekolah dan belajar dengan lebih efektif,” kata Dr. David Harding, Lead Education Researcher dari ACDP Indonesia.

David juga menambahkan, di daerah dengan keragaman budaya dan bahasa seperti Papua, cara terbaik bagi anak-anak untuk belajar bahasa nasional, melayani masyarakat serta mengabdi kepada bangsa adalah dengan belajar membaca dan menghitung dalam bahasa Ibu terlebih dahulu.

Selain pengembangan program percontohan (pengembangan model) tersebut, studi banding internasional ke negara-negara tetangga yang menggunakan PMB-BBI telah dilaksanakan.

Selain itu, empat lokakarya pengembangan kapasitas dan berbagai program pelatihan guru telah diselenggarakan di Papua demi membangun pemahaman dan kapasitas dalam mempersiapkan implementasi PMB-BBI yang berkualitas. *** (Lazore)

Artikel ini telah dibaca 5 kali

badge-check

Penulis Berita

Baca Lainnya

Dakwaan JPU Berubah, Kuasa Hukum Plt Bupati Mimika Keberatan

7 Juni 2023 - 00:09

Dukungan Moril Mengalir untuk Plt Bupati Mimika Jelang Sidang Dakwaan

6 Juni 2023 - 22:47

Terungkap Alasan Pemilik Hak Ulayat Ingin Palang Bandara Sentani

6 Juni 2023 - 13:55

Jadi Tersangka KDRT, Oknum Pejabat Pemprov Papua Dikenai Wajib Lapor

3 Juni 2023 - 21:48

Ketakutan, 162 Warga Nogolait Ngungsi ke Kota Kenyam Nduga

1 Juni 2023 - 15:24

2 Anak Buah Egianus Kogoya Tertangkap Usai Kontak Tembak di Nduga

1 Juni 2023 - 14:47

Trending di PERISTIWA