Menu

Mode Gelap

NOKEN · 13 Jul 2020 ·

Mengenal Penyakit Malaria dan Penanganannya di Papua


					Malaria menyebar melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang sudah terinfeksi parasit. (Foto atau ilustrasi: centralamericalink.com) Perbesar

Malaria menyebar melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang sudah terinfeksi parasit. (Foto atau ilustrasi: centralamericalink.com)

OPINI

Oleh: Kenezia J. C. Tuhumury*

Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit Plasmodium sp. Plasmodium ini termasuk kedalam kelompok Apikompleksa dari kingdom Protista. Dahulu Apikompleksa dikenal sebagai sporozoa.

Parasit plasmodium ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles sp yang merupakan vektor dari penyakit malaria. Plasmodium sp ini pada tubuh manusia akan menginfeksi eritrosit (sel darah merah) dan mengalami proses pembiakan secara aseksual di jaringan hati dan di eritrosit.

Dari jenis Plasmodium sp yang berbeda akan menyebabkan infeksi malaria yang berbeda pula. Beberapa jenis plasmodium yang telah diketahui saat ini antara lain Plasmodium vivax menyebabkan malaria vivax atau tertiana, Plasmodium falcifarum menyebabkan malaria falcifarum atau tropika, Plasmodium malariae menyebabkan malaria malariae atau quartana, dan Plasmodium ovale menyebabkan malaria ovale.

Penyakit malaria sampai saat kini masih menjadi permasalahan kesehatan global dalam upaya penanganan dan pemberantasannya. Diperkirakan 41% atau sekitar 2.3 milyar penduduk dunia berisiko tinggi terinfeksi penyakit malaria terutama penduduk yang bermukim di daerah-daerah di negara-negara tropis dan subtropis.

Indonesia juga menjadi salah satu negara di dunia yang memiliki kasus penyakit malaria yang cukup tinggi dan menjadi masalah kesehatan nasional yang cukup serius. Menurut data Kementerian Kesehatan Indonesia pada tahun 2019, masih ada 224 kabupaten/kota dari 519 kabupaten/kota yang ada di Indonesia yang belum bebas dari penyakit malaria. Sekitar 79% kasus malaria di Indonesia berasal dari provinsi-provinsi di Indonesia bagian timur, seperti Papua, Papua barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Maluku Utara.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Papua, beberapa daerah yang menjadi epidemi malaria adalah kabupaten Keerom, kabupaten Mimika, kabupaten Jayapura, kabupaten Boven Digoel dan kabupaten Sarmi. Transmisi malaria di suatu wilayah dipengaruhi oleh beberapa faktor utama yaitu parasit, vektor malaria dan manusia dan kondisi lingkungan. Ketika seekor nyamuk Anopheles sp yang membawa parasit plasmodium di dalam tubuhnya menghinggapi dan menusuk bagian kulit tubuh seseorang maka parasit plasmodium akan masuk ke pembuluh darah dan menginfeksi organ hati dan limpa.

Baca Juga >  HUT ke-68 Polantas, Kapolresta Jayapura Kota Ingatkan Pentingnya Kepercayaan Publik

Vektor infeksius penyakit malaria adalah nyamuk Anopheles sp. Habitat nyamuk ini berada di tempat genangan air dengan temperatur yang tinggi. Daya tahun (imunitas) dan pola hidup bersih dari manusia turut berpengaruh terhadap infeksi malaria. Faktor lingkungan yang mempengaruhi antara lain: fisika (suhu udara, kelembaban, hujan angin, sinar matahari, arus air dan iklim), kimia (salinitas dan pH air), biologis (vegetasi, predator, hewan ternak) dan sosial budaya (perilaku masyarakat, pariwisata, imigrasi penduduk, pertanian, pertambangan, perumahan, pembangunan infrastruktur).

Melihat jumlah kasus malaria di sejumlah daerah di Papua yang masih tinggi dari tahun ke tahun maka diperlukan strategi penanganan secara menyeluruh dengan membangun kerja sama antara pemerintah daerah dengan seluruh elemen masyarakat di Papua guna menekan dan mengurangi jumlah kasus penderita malaria.  Penanganan penyakit malaria dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penanganan terhadap penderita malaria dan pengendalian vektor malaria.

Penanganan terhadap penderita malaria dengan memberikan pengobatan yang tepat sesuai dengan jenis plasmodium berdasarkan hasil pemeriksaan sel darah merah penderita. Pengobatan yang dilakukan bertujuan untuk mematikan parasit plasmodium yang menginfeksi penderita sehingga penderita tersebut menjadi sembuh dan tidak akan menjadi agen transmisi infeksi malaria kepada orang lain di sekitarnya atau di komunitas tempat tinggalnya.

Pengobatan kepada penderita malaria harus secara tuntas karena dapat menimbulkan penyakit sekunder lainnya bahkan dapat menyebabkan kematian. Penanganan penderita malaria selain dengan obat-obatan namun juga mengedukasi penderita untuk sebisa mungkin dapat mengonsumsi makanan dan minuman bergizi dan sehat untuk membantu proses penyembuhan dan membangun daya tahan tubuh (imunitas) sehingga dapat pulih dari penyakit malaria. Selain itu juga diberikan pemahaman kepada penderita dan keluarganya untuk selalu menjaga kebersihan diri pribadi, keluarga dan menjaga kebersihan tempat tinggal dan lingkungan sekitar di komunitasnya.

Penanganan kasus malaria dengan melakukan pengendalian vektor penyakit malaria. Pengendalian vektor malaria dapat dilakukan secara fisik, biologis dan kimia. Pengendalian secara fisik yaitu dengan melakukan pembagian kelambu bagi masyarakat, melakukan gerakan 3M (menguras, menutup dan mengubur), menjaga kebersihan dan kesehatan diri juga menjaga kebersihan sanitasi lingkungan.

Baca Juga >  8 Rumah Warga Kampung Warari Yapen Ludes Terbakar

Selain itu, Dinas Kesehatan dapat memberikan pengetahuan atau edukasi mengenai penyakit malaria dan pemberantasannya serta pola hidup sehat. Pengendalian secara biologis yaitu menggunakan agen biologis. Agen biologis yang dapat digunakan seperti menebarkan ikan di daerah rawa, genangan atau cekungan air yang besar. Saat ini ada perkembangan dan kemajuan dibidang bioteknologi untuk melakukan teknologi rekayasa DNA dari nyamuk lain untuk masuk dalam habitat nyamuk Anopheles sp dan melakukan siklus hidup dengan tujuan mematikan parasit plasmodium.

Hal ini seperti dalam penanganan penyakit demam berdarah dengan melakukan penebaran benih nyamuk berwolbachia  untuk mematikan parasit demam berdarah yang terdapat dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti ketika nyamuk berwolbachia masuk dalam siklus hidup Aedes aegypti. Metode ini mungkin dapat dikembangkan dalam penanganan penyakit malaria karena dapat menyebar secara luas di habitat nyamuk Anopheles sp dan tidak menimbulkan dampak lingkungan.

Pengendalian vektor secara kimia yaitu dengan menggunakan bahan kimia seperti penyemprotan terhadap serangga penyebab infeksi (insektisida) atau dengan lavarsida. Namun penggunaan insektisida dalam pengendalian vektor malaria harus memiliki prinsip kehati-hatian karena dapat berdampak kepada lingkungan sekitar antara lain dapat mematikan serangga yang bukan menjadi target sehingga dapat mengganggu keseimbangan ekologis.

Penanganan terhadap penyakit malaria di Papua harus secara serius dilakukan oleh pemerintah daerah dan masyarakat karena selain menimbulkan masalah kesehatan juga dapat menimbulkan penurunan produktivitas kerja dan kualitas belajar dari masyarakat Papua. ***

*Kenezia J. C. Tuhumury, Mahasiswa Fakultas Biologi, Prodi Bioteknologi Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta.

*OPINI ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi KabarPapua.co.

Artikel ini telah dibaca 33 kali

badge-check

Penulis Berita

Baca Lainnya

Apa Visi Besar Presiden Jokowi Dibalik Kunjungan ke Tanah Papua?

10 Juli 2023 - 14:54

Biomonitoring Pencemaran Fosfat di Sungai Kampwolker

13 Juni 2023 - 21:13

Catatan Pemilu 2019 dan Komitmen Perbaiki Demokrasi di Kota Jayapura

3 April 2023 - 16:34

Paskah Saat Terindah untuk Mengalami Kasih dan Pengampunan dari Allah

16 April 2022 - 07:16

Dosa Menempel Pekat: Sini Sa Perkosa Ko, Kata-Kata Paling Menyayat Hati Jurnalis Perempuan 

22 Februari 2022 - 15:34

Mencari Solusi Komperhensif Bagi Keamanan Manusia di Tanah Papua

21 Februari 2022 - 15:01

Trending di NOKEN