OPINI
Oleh: Ambassador Freddy Numberi*
SETELAH kehilangan Timor Timur harusnya menjadi pelajaran penting dalam mengubah kebijakan keamanan manusia di Indonesia, khusunya di Tanah Papua. ( Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat ).
Dari pengalaman masa lalu di Timor Timur, kita mengetahui betul bahwa setiap kekerasan yang terjadi pasti dimonitor dan dicatat dengan baik, meskipun kapasitas PBB untuk menginvestigasi kekerasan terhadap masyarakat sipil tidak berdosa saat itu terbatas. Namun indikasi kearah sana terus berlanjut, hingga proses Pengadilan Hak Asasi Manusia (Pengadilan HAM) didirikan untuk mengadili mereka yang bertanggung jawab atas sejumlah kekerasan yang ada di Timor Timur. Kali ini juga indikasinya terjadi di Tanah Papua.
Dengan adanya 3 (tiga) Rapporteur Komisi HAM PBB (UNHCR) sesuai bidang dan tanggung jawab mereka akan diinventarisir jawaban pemerintah Indonesia terhadap tindakan kekerasan yang selama ini di Indonesia, lebih khusus di Tanah Papua. Ini bukan semata-mata masalah tanggung jawab umum untuk menegakan hukum internasional, karena tanggung jawab itu diserahkan kepada Indonesia sejak Resolusi 2504 (XXIV) tanggal 19 November 1969. Dari hasil ketiga Rapporteur tersebut diperkirakan akan keluar Resolusi Dewan Keamanan PBB tentang semua tindakan kekerasan di Papua selama ini. Seperti apa yang dialami di Provinsi Timor Timur waktu itu, dimana Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi 1272, tertanggal 25 Oktober 1999 yang mengecam semua tindakan kekerasan yang terjadi waktu itu di Provinsi Timor Timur.
Prediksi penulis, diharapkan bahwa laporan-laporan ketiga Rapporteur PBB tersebut akan menyumbang pada proses hukum dan aturan acara pidana yang dipakai untuk menginvestigasi dan mengajukan ke pengadilan pelanggaran-pelanggaran HAM berat di Papua. Presiden Jokowi sudah menetapkan 3 (tiga) pelanggaran HAM berat di Papua untuk diproses lanjut, yaitu Peristiwa Wamena, Wasior dan Paniai.
Saat di hubungi oleh wartawan tanggal 13 Februari 2022 Direktur Amnesty Internasional Usman Hamid juga menyambut positif upaya pemerintah Indonesia untuk berkoordinasi dan menjawab pertanyaan-pertanyaan ketiga Rapporteur Dewan HAM PBB terkait masalah HAM di Papua.
Saran dan harapan penulis, pemerintah bukan hanya serius menjawab pertanyaan-pertanyaan dari ketiga Rapporteur Dewan HAM PBB tersebut, namun yang lebih penting lagi menyetop kekerasan di Indonesia dan harus ada Roadmap Keamanan Manusia Indonesia, khususnya Papua dalam bingkai NKRI tercinta.
Jakarta, 17 Februari 2022
*Ambassador Freddy Numberi adalah Founder Numberi Center
OPINI ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi KabarPapua.co.