KABARPAPUA.CO, Kota Jayapura – Penyebaran Kayu Gaharu di Papua meliputi hampir semua hutan yang ada, baik hutan produksi hingga hutan lindung. Namun tingginya permintaan pasar Kayu Gaharu di dunia menyebabkan orang berlomba-lomba ingin mendapatkannya, baik secara legal maupun ilegal.
Menurut Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua, Jan Jap Ormuseray, melalui Undang-Undang (UU) Perubahan Nomor 5 Tahun 1990, hasil hutan seperti Kayu Gaharu kedepan juga dipertimbangkan untuk pembayarannya, tak termaksud Pendapatan Negara Bukan Pajak.
Untuk itu, kata Jan, UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang kehutanan jika dilihat dari sisi potensi sumber daya alam di Papua sebagaimana diharakan pemerintah Provinsi Papua dapat memberikan kontibusi setidaknya kepada masyarakat adat.
“Peratutan Menteri Kehutanan sebenarnya sudah ada dan kami juga sudah bahas bersama dengan LIPI. Persoalan formal karena adanya pro dan kontra karena keikutsertaan oknum yang punya kepentingan atas hasil peredaran hutan selama ini,” kata Jan di Hotel Horison, Kota Jayapura, Papua, Kamis, 3 Maret 2016.
Hutan Kayu Gaharu di Papua cukup luas, sehingga pihak Jan mengakui masih kekurangan petugas kehutan yang tersebar di daerah-daerah, terutama di Kabupaten Asmat dan Kabupaten Mappi, yang merupakan daerah terbesar penghasil Kayu Gaharu di wilayah Papua.
Meski Kayu Gaharu dilindungi keberadaanya dan pemanfaatannya pun dilakukan pungutan secara terbatas. Inilah yang menyebabkan pamor Kayu Gaharu meningkat, terutama produksinya. “Sehingga perlindungan hutan Kayu Gaharu saat jadi prioritas,” kata Direktur Jendral KSDAE, Tachrir Fathoni.
Menurut Tachrir, perlindungan terhadap hutan Kayu Gaharu sangat mutlak diperlukan. Sebab saat ini hasil produksi Kayu Gaharu harga bisa mencapai jutaan rupiah. “Belum lagi jenis kayu ini juga langka dan baunya harum yang banyak diburu orang,” katanya. ***(Ramah)