KABARPAPUA.CO, Manokwari –Setiap hari, sejumlah kendaraan jenis mobil double cabin jenis Hilux, Triton Land Cruiser, maupun truk, bersama sopir dan penumpangnya, terpaksa bermalam satu hingga tiga malam di daerah Kampung Mamey, Distrik Tahota, Kabupaten Manokwari Selatan, Papua Barat akibat kondisi Jalan Trans Papua Barat berkubang lumpur.
Ada sekitar tiga kilometer di Jalan Trans Papua Barat yang menghubungkan Kabupaten Manokwari Selatan dengan Teluk Bintuni telah rusak parah. Bahkan jika cuaca hujan, jalan di Kampung Mamey jadi kumbangan lumpur yang bisa menenggelamkan sebuah mobil. Jika sudah begini, sopir dan penumpang hanya bisa berharap cuaca panas atau ada alat berat, seperti beko yang bantu mereka keluar dari kumbangan lumpur.
Hal inilah yang dialami mobil yang ditumpangi Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan dan beberapa mobil lainnya saat akan kembali ke Manokwari usai dirinya mengikuti acara penutupan kegiatan Temu Orang Muda Katolik di Distrik Merdey, Kabupaten Teluk Bintuni, pada Sabtu, 15 Juni 2019 lalu.

Mobil penuh lumpur saat melewati Jalan Trans Papua Barat. (Foto IST)
Saat itu, mobil rombongan gubernur terjebak kumbangan lumpur di daerah Kampung Mamey sejak pukul 21.00 WIT, Sabtu, 15 Juni 2019 hingga pukul 04.30 WIT, Minggu 16 Juni 2019 dini hari. “Saya tunggu sembilan jam lebih, duduk di mobil sampai tertidur. Kami harus tunggu alat berat tarik mobil,” kata Dominggus kepada wartawan di Manokwari, Kamis, 20 Juni 2019.
Sebenarnya, kata Dominggus, Jalan Nasional Trans Papua Barat ini sudah masuk dalam penanganan Balai Jalan dan Jembatan Papua Barat dan mereka sudah dilakukan penimbunan dan pengerasan. “Tapi cuaca yang tak menentu ini, akhirnya tak kunjung selesai juga. Ada beberapa titik sedang dikerjakan khusus, karena memang berat mengerjakannya,” terangnya.
Menurut Dominggus, Balai Jalan dan Jembatan Papua Barat juga mengerjakannya sesuai dengan dana yang dianggarkan tahun ini. Namun pengerjaan jalan sempat terkendala, karena rute jalan ini juga sering dilalui kendaraan perusahaan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yang ada di sekitar daerah itu.
“Waktu itu sempat ada pertemuan dihadiri Deputi Infrastruktur Kepresidanan yang datang waktu itu. Juga ada HPH, Balai Jalan dan Jembatan Papua Barat dan Pemprov. Hasilnya, disepakati, perusahaan HPH kurangi kendaraan beratnya lewat jalan dan perhatikan jenis kendaraannya saat lewat ketika nanti jalan diaspal,” jelas Dominggus.
Wakil Gubernur Papua Barat, Mohamad Lakotani mengatakan, rusaknya ruas Jalan Trans Papua Barat, terutama jalan yang berada di wilayah Kampung Mamey, Distrik Tahota, Kabupaten Manokwari Selatan itu merupakan persoalan serius, sehingga harus ditanggapi secara serius pula.
“Status ruas jalan ini beberapa waktu lalu kemungkinan besar menjadi persoalan tarik menarik antara pihak perusahaan HPH yang beroperasi di daerah itu dengan Balai Besar Jalan dan Jembatan Provinsi Papua Barat,” jelas Lakotani.
Menurut Lakotani, kondisi jalan ini sudah rusak parah seperti saat ditinjau langsung gubernur pada Sabtu, 15 Juni 2019 lalu. “Jika ini dibiarkan, bisa hambat roda perekonomian warga dan berakibat korban jiwa karena kecelakaan. Minggu ini, kami akan panggil kedua pihak (HPH dan Balai Jalan) agar persoalan ini diselesaikan,” terangnya.
Selain itu, kata Lakotani, pihak Pemerintah Provinsi Papua Barat akan berupaya maksimal agar ruas jalan ini dapat dianggarkan pada perubahan APBD Papua Barat Tahun 2019 dan segera diselesaikan tahun ini juga. “Kami akan sikapi persoalan ini secara serius agar tak menyulitkan masyarakat dan menghambat roda perekonomian warga,” katanya.
Kepala Satker Pelaksana Jalan Nasional Wilayah IV Bintuni, Benny menjelaskan, pekerjaan pengerasan Jalan Trans Papua Barat ini terkendala cuaca. “Pengerasan sudah dilakukan, tapi saat hujan dan dilalui kendaraan, jalan rusak kembali. Jika cuaca mendukung, baru bisa kami kerjakan. Kalau tidak, ya tetap begini terus,” jelasnya.

Kondisi Jalan Trans Papua Barat yang rusak parah. (Foto IST)
Menurut Benny, ruas Jalan Trans Papua Barat yang menghubungkan antara Kabupaten Manokwari Selatan dan Teluk Bintuni ini, kerusakannya hanya tersisa sekitar tiga kilometer. “Sedangkan dua kilometer lainnya sudah kami perbaiki,” katanya.
Daniel Pasaribu, salah seorang sopir angkutan umum jenis Mobil Hilux yang rutenya antara Manokwari-Bintuni dan ikut mengantar rombongan Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan mengatakan, kalau kondisi buruk jalan ini sudah terjadi sejak Januari 2019 lalu, tapi sampai kini tak diperbaiki.
“Jalan rusak ini berdampak penghasilan kami sebagai para sopir terpotong dengan pembelian bahan makanan tambahan. Juga untuk bayar operator alat berat beko per mobil berkisar 500 ribu untuk menarik kendaraan yang terjebak lumpur,” jelas Daniel.
Kondisi ini, kata Daniel, selain menyusahkan para sopir, tapi juga menyusahkan para penumpang, apalagi penumpang lanjut usia dan anak-anak. Sebab mereka terpaksa berjalan kaki di medan berlumpur hampir lima kilometer, guna menumpang kendaraan lainnya yang tak terjebak lumpur.
“Jika kami bawa penumpang dari Manokwari Selatan, sudah harus kontak teman sopir lainnya di Teluk Bintuni untuk menunggu penumpang di lokasi yang lebih aman. Sebab kalau hal ini tak dilakukan, kendaraan kami bisa terjebak berhari-hari pada medan itu. Penghasilan pun kadang kami bagi dua antara sopir yang menunggu di seberang,” terang Daniel. ***(Oki Rose)