KABARPAPUA.CO, Manokwari – Menurut Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan, sejak terjadinya unjuk rasa yang berakhir anarkis pada Senin 19 Agustus 2019 lalu, membuat masyarakat di Manokwari ketakutan dan resah jika mendengar akan dilaksankan unjuk rasa lagi.
Untuk itu, kata Dominggus, hentikan unjuk rasa anarkis karena membuat masyarkat jadi ketakutan, resah dan tak tenang. Bahkan sejak Senin 19 Agustus 2019 lalu, banyak anak sekolah yang sudah tak sekolah dan kuliah akibat kejadian kemarin.
“Sekarang ini dampaknya jadi ketakutan dan trauma. Juga perputaran ekonomi di pasar sudah tak ada, karena tak ada yang belanja lagi. Jadi jangan buat masyarakat ketakutan,” jelas Dominggus usai lantik Pengurus Tim 315 di Audotorium PKK Papua Barat, Manokwari, Jumat, 6 September 2019.
Menurut Dominggus, pelaku rasisme yang di Malang dan Surabaya sudah ditindak sesuai hukum dan hingga kini sedang diproses hukum. Begitu juga ada penegakan hukum di Manokwari, Sorong dan Fakfak. “Unjuk rasa yang tak sesuai ideologi negara, jelas tak bisa dibenarkan. Apalagi jika tak ada surat ijin,” jelasnya.
Dominggus juga mengatakan, bagi masyarakat yang mau menyampaikan aspirasi silahkan, sebab negara tak melarang. “Tapi jika unjuk rasa sudah anarkis, menjarah, merusak, membakar dan membawa senjata tajam serta menyerang orang dengan batu, tentu saja itu melanggar hukum,” jelasnya.
Menurut Dominggus, dampak unjuk rasa anarkis ini jelas sangat merugikan masyarakat sendiri. Misalnya mau jualan saja, mama-mama pedagangn sudah ketakutan. Akhirnya semua kuatir dan memilih tak jualan. Padahal jualan hasil kebun untuk biaya kehidupan keluarga dan agar dapur tetap mengepul.
“Saya sebagai Gubernur Papua Barat, berusaha diberbagai kesempatan pertemuan dengan masyarakat, saya selalu imbau untuk tetap menjaga keamanan dan ketertiban, dan beraktivitas seperti biasa. Tolong patuhi apa yang disampaikan dan disepakati di dalam pertemuan suku-suku,” jelasnya. ***(Irsye Simbar)