OPINI
Oleh: Herlin Mienatha Simbiak*
Filariasis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan nyamuk. Penyakit filariasis menyerang semua golongan tanpa mengenal usia dan jenis kelamin.
Terdapat tiga spesies cacing penyebab Filariasis yaitu: Wuchereria bancrofti; Brugia malayi; Brugia timori. Namun lebih dari 70% kasus Filariasis di Indonesia disebabkan oleh Brugia timori.
Cacing tersebut hidup di kelenjar dan saluran getah bening sehingga akan menyebabkan kerusakan pada sistem limfatik yang dapat menimbulkan gejala akut berupa peradangan dan gejalah kronis yang terjadi mengakibatkan penyumbatan aliran limfe terutama di daerah yang sama terjadi peradangan, sehingga akan menimbulkan gejala kaki gajah.
Menurut, Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2020 menunjukan bahwa jumlah kasus kronis Filariasis menurut provinsi tahun 2019 berada pada tingkat pertama, dengan jumlah kasus 3,615 jiwa. Sehingga menjadi perhatian bersama untuk mengendalikan atau menurunkan kasus penyakit vektor Filariasis atau kaki gajah di Papua.
Provinsi Papua memiliki jumlah kasus kronis Filariasis tertinggi dan jumlah rata-rata terdapat pada masyarakat Papua yang menetap di perkampungan dan pegunungan. Sebab memiliki hutan yang masih asri dan letak geografis yang sulit dijangkau.
Salah satu permasalahan masyarakat di perkampungan dan pegunungan, belum mengerti tentang penyakit kaki gajah dan bahayanya. Sehingga edukasi tentang penyakit Filariasis kaki gajah dan mendapat pelayanan kesehatan bagi masyarakat sangatlah penting.
Hutan yang masih asri biasanya menghasilkan nyamuk yang banyak dan kondisi rumah yang tidak tertutup rapat. Sehingga masuk nyamuk sangat mudah, kemudian memiliki kebiasaan buruk seperti menumpuk atau menggantung pakaian kotor akan menimbulkan nyamuk masuk dan berkembangbiak, sehingga pentingnya pemberantas atau pembersihan sumber penyakit.
Pencegahan
Upaya pengendalian yang dapat dilakukan untuk mencegah kasus penyakit Filariasis atau kaki gajah di Puncak Jaya, Papua yaitu:
Pertama, edukasi ke masyarakat yang memiliki kasus kronis penyakit kaki gajah tertinggi terutama pada masyarakat di pegunungan dan perkampungan. Pentingnya edukasi karena rata-rata masyarakat belum mengetahui dan memahami penyakit kaki gajah serta bahayanya.
Edukasi yang dilakukan berupa pemahaman tentang penyakit kaki gajah dan pencegahan terkena penyakit kaki gajah dengan menjaga kebersihan rumah, diri dan melakukan: menguras, mengubur, dan menutup (3M).
Kedua, pemberantasan sumber vektor utama yaitu nyamuk dengan pemberian kelambu kepada masyarakat untuk menghindari gigitan nyamuk dan penyemprotan insektisida pada tempat-tempat kotor yang menjadi sarang nyamuk.
Ketiga, pelayanan dari pihak kesehatan yang rutin pada masyarakat, terkhusus pada masyarakat di pegunungan dan perkampungan, karena biasanya masyarakat pada pegunungan dan di perkampungan yang memiliki letak geografis yang sulit dijangkau, akibatnya susah untuk mendapatkan pelayanan khusus.
Sehingga biasanya masyarakat mengatasi sakitnya dengan pengobatan alami yang sudah dipercaya turun-temurun. Namun itu sangat berbahaya apabila dilakukan terus-menerus karena efek samping yang dihasilkan dari obat tradisional yang tidak diketahui, rentan memberikan penyakit baru pada penderita tersebut.
Keempat, peran pemerintah dan pihak kesehatan dalam memberikan pelayanan sosialisasi kepada masyarakat pada daerah yang sudah terdapat kasus penyakit kaki gajah atau belum terdapat, untuk mencegah kasus penyakit filariasis atau kaki gajah.
Kelima, pemberian obat atau vaksin filariasis kepada masyarakat setempat secara berkala dalam setahun sekali atau 2 tahun untuk mencegah kerentanan tertular penyakit filariasis.***
*Herlin Mienatha Simbiak adalah Mahasiswa Biologi Fakultas Bioteknologi, Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta.
*OPINI ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi KabarPapua.co.