OPINI
Oleh: Jennifer Pawatang Sikora*
Pendahuluan
SUNGAI Kampwolker merupakan salah satu badan air yang bermuara di danau Sentani, Papua dan dibutuhkan oleh semua makhluk hidup. Kondisi Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Kampwolker sangat dibutuhkan masyarakat dalam sektor-sektor kehidupan masyarakat, seperti sebagai tempat tinggal, sektor pembangunan formal, dan sebagai tempat pencaharian masyarakat.
Dalam kehidupan sehari-hari sungai ini sering digunakan oleh masyarakat untuk aktivitas mencuci, mandi, dan sebagai sumber air minum oleh masyarakat yang tinggal di sekitar Sungai Kampwolker (Haerati & Walukouw, 2022). Namun, tanpa disadari terdapat permasalahan pencemaran pada sungai ini yang disebabkan oleh adanya bahan pencemar berupa limbah domestik dari pemukiman.
Sumber dan Distribusi Pencemar
Menurut Larasati, dkk (2021) limbah domestik dibagi menjadi limbah organik dan limbah anorganik. Limbah organik berupa sisa sayuran dan makanan, sedangkan limbah anorganik berupa plastik dan bahan-bahan kimia yang berasal dari penggunaan detergen, sampo, dan sabun.
Notoatmojo (2003) menambahkan adanya penggunaan limbah anorganik menyebabkan terjadi tingginya pencemaran dan penurunan kualitas air pada Sungai Kampwolker, karena sebagian besar limbah anorganik tidak dapat diurai oleh alam (unbiodegradable), sedangkan sebagian lainnya membutuhkan waktu yang lama agar dapat terurai.
Beberapa penelitian tentang pencemaran sungai dan danau, sebelumnya melaporkan terjadinya erosi tanah yang berasal dari sungai yang memasuki badan air, dimana hal ini dapat menyebabkan peningkatan kandungan unsur hara diperairan (Haerati & Walukouw, 2022).
Dampak Terhadap Lingkungan
Air sungai yang telah tercemar tentu saja memiliki dampak buruk apabila terpapar pada lingkungan. Pada manusia, air sungai yang tercemar fosfat dari detergen apabila dikonsumsi, maka dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan, seperti kerusakan ginjal dan osteoporosis pada manusia (Haerati & Walukouw, 2022).
Pada lingkungan, kandungan fosfat yang tinggi pada air sungai dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi, sehingga dapat menurunkan oksigen terlarut yang dapat menyebabkan kematian ikan dan hewan lainnya karena ketidakmampuan dalam bertahan hidup (Garno, 2012).
Dalam tanah fosfat dapat bertahan selama beberapa hari sebelum dirombak menjadi zat yang kurang berbahaya. Akan tetapi pada tanah dibagian yang lebih dalam, fosfat dapat bertahan selama seribu tahun (Haerati & Walukouw, 2022). Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya pencegahan pencemaran dan pengelolaan kualitas air sungai kampwolker. Salah satu upaya pencegahan dan pengelolaan tersebut adalah dengan melakukan biomonitoring.
Pentingnya Biomonitoring
Biomonitoring merupakan monitoring kualitas air secara biologi dengan melihat keberadaan kelompok organisme petunjuk (indikator) yang hidup di dalam air (Rahayu dkk., 2009). Kandungan limbah anorganik yang terdapat pada air sungai dapat diketahui menggunakan indikator biologi, yaitu makrozoobentos karena sifatnya yang menetap dan pergerakannya yang sangat lambat di permukaan (substrat perairan).
Selain itu, beberapa jenis makrozoobentos mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap kualitas air yang jelek. Secara umum, masuknya bahan organik, bahan kimia beracun, dan adanya perubahan substrat dasar menyebabkan perubahan komunitas makrozoobenthos.
Oleh karena itu, kelimpahan dan keanekaragaman makrozoobentos dapat digunakan untuk melihat tingkat pencemaran di air sungai. Zat pencemar yang berasal dari limbah anorganik berupa detergen dapat masuk dan menyebar ke lingkungan perairan, sehingga terabsorbsi oleh biota laut dan terakumulasi dalam sedimen (Putri et al., 2013).
Tidak hanya itu, indikator biologi lainnya yang dapat digunakan adalah kesuburan tanaman dan fitoplankton. Fosfat yang bersumber dari detergen dapat menyuburkan kedua indikator biologi tersebut. Hal ini dapat terjadi karena terpenuhinya energi dan unsur yang diperlukan oleh tanaman dan fitoplankton oleh adanya fosfat (Haerati & Walukouw, 2022) (Garno 2012).
Hasil penelitian yang dilakukan pada sungai kampwolker menunjukkan bahwa sungai ini tercemar sedang berdasarkan kelas II menggunakan metode pollution index. Parameter yang diukur adalah BOD (2,57 mg/L), F (0,54 mg/L), fosfat (1,705 mg/L), Zn (0,0665 mg/L), Cu (0,0245 mg/L), Hg (0,08 mg/L), fenol (13 μg/L), Chlorine (0,285 mg/L), dan Pb (0,078 mg/L).
Menurut kriteria mutu air pada PP No. 82 tahun 2001 fosfat yang merupakan parameter kimia adanya kandungan detergen atau limbah anorganik menurut kriteria mutu air berada pada kelas III. Kriteria peruntukkan baku mutu air pada kelas ini adalah air dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan, atau peruntukan lain yang memper-syaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Pada kelas ini, air sudah tidak dapat digunakan sebagai sumber air minum. Namun sayangnya air Sungai Kampwolker ini masih digunakan sebagai sumber air minum dalam usaha depot air minum (Haerati & Walukouw, 2022).
Strategi Pengelolaan Lingkungan
Strategi pengelolaan lingkungan perlu dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan Sungai Kampwolker dan mencegah terjadinya kerusakan lingkungan oleh pencemaran.
Strategi ini dapat dilakukan dengan program pencegahan dan pengelolaan, yang dilakukan dengan mengidentifikasi dan mengawasi sumber air limbah yang masuk ke sungai, melakukan biomonitoring, menetapkan daya tampung beban pencemaran, membangun IPAL limbah, dan melakukan pengecekan air sungai secara berkala.
Program pencegahan dan pengelolaan ini dilakukan sebagai suatu upaya untuk mengurangi dan mengendalikan adanya pencemaran pada Sungai Kampwolker, mengingat banyaknya fungsi dari sungai ini terhadap masyarakat sekitar.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan Sungai Kampwolker merupakan sungai yang memiliki fungsi penting untuk masyarakat, yaitu untuk aktivitas mencuci, mandi, dan sebagai sumber air minum. Namun, terdapat permasalahan pencemaran pada Sungai Kampwolker. Hal ini disebabkan oleh adanya bahan pencemar berupa limbah domestik dari pemukiman, salah satunya adalah fosfat yang berasal dari deterjen.
Pencemaran yang disebabkan oleh fosfat terhadap sungai ini memiliki dampak negatif terhadap manusia dan lingkungan. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu upaya untuk mencegah dan mengendalikan pencemaran pada sungai ini.
Salah satu upaya tersebut adalah dengan melakukan program biomonitoring, dimana program ini mampu memonitoring kualitas air secara biologi, sehingga pencemaran pada Sungai Kampwolker dapat diketahui dan dapat dilakukan upaya untuk mencegah kenaikan pencemaran tersebut.
Referensi
Garno, Y, S. (2012). “Dampak Eutrofikasi Terhadap Struktur Komunitas dan Evaluasi Metode Penentuan Kelimpahan Fitoplankton”. Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol. 13 (1): 67-74.
Larasati, N, N., Wulandari, S, Y., Maslukah, L., Zainuri, M., Kunarso. (2021). “Kandungan Pencemar Detejen Dan Kualitas Air Di Perairan Muara Sungai Tapak, Semarang”. Indonesian Journal of Oceanography, Vol. 03 (01). ISSN: 2714 – 8726.
Notoatmojo. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta.
Putri, D, S., Purnomo, P, W., Haeruddin. (2013). “Tingkat Pencemaran Deterjen Pada Sedimen Menggunakan Indikator Kimia-Biologi Di Sungai Sayung”. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Perairan (MAQUARES), Vol. 2 (4): 100-109.
Rahayu, Rudy, Meine, Indra, dan Bruno. 2009. Monitoring Air di Daerah Aliran Sungai. Bogor : World Agroforestry Centre.
*Jennifer Pawatang Sikora adalah Mahasiswa Program Studi Biologi, Fakultas Bioteknologi, Universitas Kristen Duta Wacana.
E-mail: 31210433@students.ukdw.ac.id
OPINI ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi KabarPapua.co.